More

    Potret Dunia Pendidikan Tinggi Hari Ini

    Dian Andriasari, Dosen Hukum Pidana dan Kriminologi Unisba menyampaikan orasi pada Peringatan Hari HAM di KaKa Cafe, Bandung. Dok. Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Dian Andriasari, dosen sekaligus aktivis perempuan, mengisi orasi dalam Peringatan Hari HAM di Kaka Café, Bandung, Senin, (10/12/2018). Perempuan yang mengajar Hukum di Universitas Islam Bandung (Unisba) ini mengaku bukanlah dosen yang berada di garis yang lurus, karena sering dilabeli sesat dan liberal.

    “Berkali-kali saya disebut sebagai dosen yang memiliki pikiran berbahaya, karena bacaan saya,” kata Dian dalam orasi yang diberinya judul “Dosen di Luar Garis Yang Lurus.

    Dian merupakan satu-satunya perempuan di acara Orasi Ilmiah bertajuk “Kilometer Perjuangan”. Selain dirinya ada Dadan Ramdan (Direktur Walhi Jabar), Willy Hanafi (Direktur LBH Bandung), Adi Marsiela mewakili AJI Bandung, dan Herry Sutresna atau Ucok “Homicide” mewakili komunitas di Bandung yang juga memberikan orasi.

    - Advertisement -

    Dian melanjutkan, penghakiman tersebut, menjadi narasi, bagaimana ia membangun karirnya di kampus banyak mengalami pergumulan. Sehingga ia lebih memilih menjadi intelektual organik dari pada intelektual scopus.

    “Inilah highlight tentang kapitalisme pendidikan hari ini,” ungkap Dosen Hukum Pidana dan Kriminologi Unisba ini.

    Dian mengungkapkan, hari ini dosen ditutut untuk melakukan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Kemudian yang membuatnya sedih adalah, masyarakat kecil hanya menjadi objek. Hasil penelitiannya hanya disimpan dalam rak-rak buku yang rapih. Namun tidak ada pemutakhiran data tentang nasib mereka.

    Selain itu ungkapnya, banyak sekali Pengabdian Masyarakat yang memberdayakan korban kekerasan seksual. Namun nasib korban sampai sekarang tidak jelas.

    “Bagaimana nasib Ibu Nuril, nasib mahasiswa yang menjadi korban pelecehan seksual di Bandung, dan korban lainnya? Kekerasan yang dialami mereka tidak pernah terungkap,” ungkapnya.

    Persoalan lain yang menjadi perhatian Dian adalah, bagaimana mahasiswa yang dimanfaatkan sebagai kelengkapan adminisitrasi dalam penelitian, tanpa dilibatkan langsung dengan topik penelitian, serta manfaat penelitian tersebut. Mahasiswa dilibatkan tidak sampai menyentuh hakikat kenapa mereka dilibatkan.

    Selain itu sebagai dosen hukum, Dian juga menyoroti masalah pendidikan hukum di Indonesia. Ia melihat ada banyak tugas yang dikerjakan mahasiswa, tanpa tahu feedbacknya apa.

    Kemudian ia juga merasakan, selama tujuh tahun mengajar, hanya ada satu atau dua mahasiswa, yang berani mengungkapkan keberatan atas penyataan dosen di kelas. Sisanya hanya bertanya yang jawabannya hitam putih.

    “Itulah yang terjadi di Pendidikan Hukum kita. Apa ada yang salah dengan Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia?” tanya Dian.

    Dian melihat, hanya segelintir dosen yang berfikir reformis. Mereka lebih nyaman bekerja dengan tuntutan administrasi, tanpa berpikir apa yang dilakukan itu diakhir adalah pengabdian kepada masyarakat.

    “Hanya sedikit dosen yang mau bergaul dan melihat realitas sosial,” tutup Dian yang menganggap Hari HAM sama dengan lebaran ini.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here