Di dalam grup WA GSC Nasional tersebut, mulailah diskusi daring yang cukup seru. Ketika video itu direspon cepat oleh Mentor GSC lainnya yang menyampakan bahwa menonton video itu mengingatkannya pada momen di mana pertama kali mendengar salah satu Mentor GSC ngomong dalam Bahasa Inggris, “kulit inlander tapi bahasa, logat, dan kontennya kayak Winston Churchill”. Diskusi berlanjut menjadi lebih serius setelah saling bersahutan dengan lucu dan seru. Komentar selanjutnya adalah… “Tapi memang harus setotal itu kalau mau mengubah sesuatu. Dulu para orientalis melakukan hal yang sama. Sebelum menghancurkan dan mengubah wajah musuhnya, mereka mengenali, bahkan sampai seperti musuhnya itu sendiri.” Dengan lontaran ini, maka disambutlah dengan begini: “iya, bicaralah dalam logika mereka agar kita bisa memahami skema yang sedang mereka bangun.”
Inlander? Totalitas? Mengubah sesuatu? Orientalis? Musuh? Skema? Skema sedang dibangun? Wah…tentu saja itu menjadi kata-kata berserakan yang harus saya pungut dan kumpulkan dalam ingatan saya. Pada titik itu saya tidak menyela untuk berkomentar dan membiarkan diskusi berlanjut. Maka seorang Anggota GSC lainnya pun menambahkan… “Memahami apa yang ada dalam pikiran musuh adalah kekuatan yang mengerikan.” Demikian katanya yang diambilnya dari kata-kata seorang tokoh di salah satu anime yang dia lupa judulnya apa. Para Mentor GSC pun melanjutkan diskusi dan salah satunya menyatakan bahwa “iya, mereka masuk dalam alam pikiran mereka. Kayaknya ini yang dimiliki generasi 08 yang ga dimiliki generasi sebelum dan sesudahnya.” Wah, siapa itu Generasi 08? Siapa itu generasi sebelumnya? Siapa itu generasi sesduahnya? Mengapa Gen 08 begitu hebat dengan bisa masuk ke dalam alam pikiran orang lain, dan apalagi disebut sebagai “musuh” itu?
“Meng-koplokan ide musuh menjadi kontra skema, merupakan kekuatan tersembunyi Indonesia.”
Diskusipun masih berlanjut dengan mengerucut pada topik tentang sebuah metode membangun skema dan kontra skema. Rumusnya adalah Skema-Tema-Isu (analisis untuk membangun kontra-skema) dan rumus Isu-Tema-Skema (analisis untuk membangun pemahaman tentang skema yang sedang berlangsung dan dijalankan). Anggota GSC lainnya pun menyimpulkan bahwa “semakin memahami skema maka semakin jitu kontra skema yang akan dilakukan”. Sehingga kita bisa mempelajari dan memahami skema yang sedang berlangsung dan meng-koplokeun (yang dimaknainya sebagai improvisasi) untuk melawan skema.
Apa sesungguhnya yang sedang kita diskusikan secara online tersebut? Apa hubungan antara “Pancasila” dengan “koplokeun”, antara “Bule Koplo” dan “skema-kontra skema”, dan semua istilah yang tadi disebutkan? Ternyata membutuhkan referensi yang cukup banyak untuk dibaca agar lebih cepat memahami konteks diskusi dan setidaknya mengetahui apa maksudnya. Kata-kata kunci dari konteks artikel ini ditulis dan diskusi itu dilakukan adalah karena di GSC kita sedang dan akan terus belajar tentang geostrategi untuk “memahami dunia dan merawat Indonesia”. Tentu saja, itu tidak akan hanya menjadi wacana dan gagah-gagahan dalam kesadaran mitos, idelogis, dan intelektualis belaka. Namun akan menjadi kesadaran praksis di mana antara berteori dan berpraktik adalah satu kesatuan dalam keseharian hidup kita. Mari ber-GSC untuk bergotong royong, dan Koplokeun…!
***
Penulis: Virtuous Setyaka, Dosen HI FISIP Unand, Mahasiswa S3 HI Unpad, Ketua Koperasi MDM, dan Anggota Gostrategy Study Club (GSC) Indonesia.