JAKARTA, KabarKampus – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi (Koalisi MKE) mengecam keras niat jahat Pemerintah dan DPR membahas regulasi yang banyak ditolak oleh masyarakat. Kecaman tersebut karena, pembahasan regulasi dilakukan saat masih terjadi wabah Covid-19.
Koalisi MKE mencatat hingga terakhir sidang DPR pada Senin, 30 Maret 2020 DPR masih ngotot menetapkan pembahasan omnibus law dan Ibu Kota Negara untuk terus dilanjutkan. Bagi mereka, apa yang dilakukan DPR seolah-olah tidak memiliki rasa empati dan kemanusiaan.
“Ditengah krisis ini DPR dan Pemerintah masih mengedepankan kepentingan investor ketimbang nyawa warga Negara Indonesia yang angka nya tiap hari terus meningkat akibat Covid-19,” kata Susan Herawati, daru Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam siaran persnya, Jumat, (03/04/2020).
Situasi tersebut, kata Susan, juga ditegaskan dalam rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan oleh Bapennas terkait kebijakan ekonomi ditengah pandemic Covid-19. Disebutkan di dalamnya, pemerintah akan mempercepat penyelesaian pembahasan omnibus law sebagai solusi untuk menarik investasi pada semester II tahun 2020.
“Kebijakan ini tidak tepat sasaran dan penuh kekeliruan, yang dibutuhkan kini adalah kehadiran Pemerintah dalam melindungi warga Negara Indonesia ditengah ancaman Covid-19, bukan melindungi kepentingan investor dibalik bingkai percepatan penyelesaian omnibus law,” ungkap Susan.
Selanjutnya Rahmat Maulana Sidik, dari Indonesia for Global Justice (IGJ) menambahkan, penyelesaian pembahasan Omnibus Law ditengah gejolak ekonomi global akibat pandemi Covid-19 juga tidak menjamin bisa menarik investasi untuk menggerakkan sektor industri. Hal ini karena tidak ada investor yang mau menanamkan modalnya ditengah resiko keuangan yang sangat tinggi.
“Jika harapan Jokowi dengan Omnibus Law disahkan dalam waktu dekat adalah untuk dapat meningkatkan nilai perdagangan untuk menyelamatkan defisit neraca pembayaran, maka sebenarnya tidak ada jaminan juga ekspor akan meningkat,” terang Rahmat.
Hal tersebut, terang Rahmat, mengingat rantai pasok produksi global juga mengalami kemandekan. Perdagangan global tidak dalam kondisi yang normal. Krisis kapitalisme sudah permanen.
“Kondisi hari ini tidak bisa dijawab dengan sistem ekonomi yang sama, melainkan kekuatan ekonomi rakyat lah yang menjadi solusi yang tepat,” jelasnya.
Oleh karena itu, pembahasan Omnibus Law ditengah wabah pandemic Covid-19 hanya semakin menunjukkan bahwa Pemerintah dan DPR RI tidak sensitive dengan kehidupan rakyat. Selain itu juga memperlihatkan bahwa negeri ini memiliki Krisis kemanusiaan yang akut.
“Untuk itu, kami menuntut agar Pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law dan fokus menangani masalah krisis Covid-19 secara terstruktur dengan mengeluarkan kebijakan yang efektif dan tepat sasaran pada persoalan kesehatan,” tegas Rahmat.
Bagi Rahmat dan teman-teman, perlindungan nyawa manusia harus diutamakan daripada kepentingan lainnya. Bahkan, seharusnya anggaran Rp. 466 Triliun untuk pemindahan Ibu Kota Negara dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Hingga kini per 1 April 2020 sudah 1.677 orang yang dinyatakan positif di Indonesia dan 157 orang meninggal akibat Covid-19.
Selain IGI dan KIARA, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Indonesia Aids Coalition (IAC), Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS).[]