JAKARTA, KabarKampus – Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempertanyakan langkah pemerintah yang bakal memberlakukan “new normal” di tengah masih belum teratasinya pademi covid-19 di Indonesia. Mereka menilai pemberlakuan new normal tersebut menimbulkan tanda tanya dan kebingungan masyarakat, di satu sisi pemerintah masih memberlakukan PSBB, tapi di sisi lain juga memberlakukan relaksasi.
“Karena itu, Pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuan “new normal”, dan penjelasan secara obyektif dan transparan,” kata Prof. Dr.H. Haedar Nashir M.Si Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pernyataan persya, Kamis, (28/08/2020).
Hal-hal yang perlu dikaji pemerintah terkait rencana pemberlakuan new normal tersebut, menurut Haedar yakni dasar kebijakan “new normal” dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini, maksud dan tujuan “new normal” dan konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik. Kemudian adalah jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan “new normal”, serta persiapan-persiapan yang seksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19.
Haedar menjelaskan, kesimpangsiuran informasi selama ini, sering menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan.
“Demikian halnya dengan “new normal”, perlu ada penjelasan dari Pemerintah tentang kebijakan “new normal”, jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing,” ungkap Haedar.
Diantara kesimpangsiuran itu adalah mulai dibukanya mall dan tempat perbelanjaan, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup. Ini kata Haedar berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jamaah, karena ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah.
Selain itu dalam laporan BNPB menyebutkan, pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Sementara Pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan “new normal”.
“Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi. Wajar jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi. Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah Covid-19 belum dapat dipastikan penurunannya,” tegasnya.
Seharusnya, terang Haedar, Pemerintah dengan segala otoritas dan sumber daya yang dimiliki memiliki legalitas kuat untuk mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian pemerintah akan sepenuhnya bertanggungjawab atas segala konsekuensi dari kebijakan “new normal” yang akan diterapkan di negeri tercinta.
Bagi Haedar, semua pihak di negeri ini sama-sama berharap pandemi Covid-19 segera berakhir di Indonesia maupun di mancanegara. Namun semuanya perlu keseksamaan agar tiga bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir baik.
“Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia,” tutup Haedar.[]