Oleh: Alif Daffa Hilmy*
Konflik yang terjadi di Ukraina sudah terjadi sejak dahulu. Namun, perang meletus kembali sejak dimulainya invasi yang dilakukan oleh Rusia pada 24 Februari 2022 lalu. Rusia melakukan invasi dengan alasan keamanan negara. Hal ini disebabkan karena Ukraina yang menginginkan untuk bergabung ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau dikenal dengan NATO. Rusia menggangap jika Ukraina bergabung dengan organisasi tersebut, maka instalasi militer Barat akan didirikan di Ukraina dan dapat membahayakan bagi Rusia mengingat kedua negara memiliki perbatasan yang panjang dan bisa membuat Rusia diserang dari arah manapun di Ukraina.
NATO merespon tindakan yang dilakukan oleh Rusia dengan memberikan beberapa sanksi ekonomi bagi Rusia dan juga mengirimkan bantuan militer kepada Ukraina. Rusia sendiri menentang keras bantuan semacam itu, sebab Ukraina bukan anggota NATO, sehingga aliansi NATO tidak berkewajiban untuk membelanya. Anggota NATO sendiri telah memasok Ukraina dengan bantuan militer senilai jutaan dolar sejak Rusia melancarkan serangan.
Beberapa sanksi ekonomi yang diberikan oleh Barat kepada Rusia seperti; Memblokir Akses Keuangan Rusia dan juga Memblokir kegiatan Ekspor serta Impor minyak dari Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin juga memberikan sanksi ekonomi kepada Barat, sebagai balasan kepada negara-negara Barat yang selama ini mengecam Rusia. Rusia juga cukup tanggap dalam mengantisipasi berbagai sanksi yang datang kepada mereka. Salah satunya dengan rencana penggunaan nilai tukar rubel Rusia sebagai alat pembayaran atas perdagangan mereka ke depan. Hal ini dilakukan karena AS memblokir berbagai hubungan perdagangan dengan mereka. Begitu juga dengan penggunaan dolar AS atas transaksi keuangan.
Setelah saling memberikan sanksi satu sama lainnya, apakah sanksi tersebut akan memberikan dampak positif bagi masing-masing pihak? Atau justru memberikan kerugian yang dapat mempengaruhi stabilitas bagi masing-masing pihak?
Dilihat dari Ukraina yang terus menerus “dibombardir” oleh Rusia dan juga sebagai medan perang, tentu saja negara ini mengalami kerugian yang cukup besar dan juga banyak korban baik korban sipil maupun korban militer dari Ukraina yang terus berjatuhan sehingga menimbulkan ketakutan bagi masyarakat yang masih bertahan. Tidak hanya itu saja, beberapa peralatan militer juga terkena dampak langsung sehingga membuat sistem militer Ukraina menjadi “lemah”. Banyak warga sipil yang meninggalkan rumah mereka dan membuat mereka harus mengungsi ke negara-negara tetangga seperti Polandia, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya.
Rusia yang memiliki keunggulan yang sangat jauh atas Ukraina dalam beberapa faktor juga tidak luput dari kerugian yang cukup besar. Menurut data ddari Oryx, Rusia telah kehilangan total 450 tank, di mana 221 unit dihancurkan, 6 rusak, 41 ditinggalkan dan 182 direbut tentara Ukraina. Tidak hanya itu, beberapa sanksi ekonomi yang diberikan oleh Barat juga membuat perekonomian di Rusia mengalami inflasi. Walau sedikit keuntungan dari pemberian sanksi tersebut seperti mewajibkan penggunaan Rubel Rusia dalam transaksi dengan negara-negara yang dianggap “tidak bersahabat” dapat merepotkan negara-negara tersebut akibat dari sanksi yang mereka berikan, namun hal ini tidak memberikan keuntungan yang lebih besar daripada kerugian yang dialami oleh Rusia sendiri.
Beberapa anggota NATO seperti Amerika Serikat dan juga beberapa negara Eropa lainya, juga mengalami kerugian akibat dari konflik yang terjadi di kawasan Eropa Timur tersebut. AS dan beberapa negara Eropa sama-sama keras terhadap tindakan yang dilakukan oleh Rusia. Seperti pemberian sanksi ekonomi yang meliputi pembekuan aset Bank Rusia, pelarangan ekspor dan juga impor Rusia. AS dan beberapa negara Eropa yang memberikan sanksi tersebut seperti melakukan “bunuh diri”.
Mereka menganggap pemberian sanksi tersebut dapat melemahkan Rusia di sektor ekonomi, namun dengan dengan memberikan sanksi tersebut mereka juga mengalami dampaknya sendiri seperti melarang penggunaan gas dari Rusia. Sanksi tersebut merugikan bagi AS dan juga sekutunya mengingat mereka membutuhkan gas alam dan juga minyak yang berasal dari Rusia. Akibatnya, krisis energi terjadi di Kawasan Eropa dan juga Amerika yang merupakan dampak dari pemberian sanksi tersebut. Mereka harus mencari sumber energi lain atau membeli gas dan minyak ke negara lain namun, harganya relatif lebih mahal daripada gas dan minyak yang berasal dari Rusia.
Dampak konflik juga dirasakan oleh negara-negara lain yang tidak terlibat kedalam konflik secara langsung. Ekonomi global menjadi tidak stabil dan mengakibatkan inflasi dibeberapa negara lainnya. Pasar saham juga menurun serta pertumbuhan ekonomi menjadi lebih lambat apalagi dalam masa pemulihan ekonomi akibat COVID-19 yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
Konflik yang terjadi di Ukraina tidak memberikan keuntungan bagi semua pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak terlibat sama sekali. Hanya memberikan kerugian yang mengakibatkan penurunan ekonomi global dan juga membuat hubungan antar negara semakin panas dan juga mengakibatkan krisis energi global. Dalam peperangan tidak ada keuntungan bagi masing-masing pihak. Hanya ada kerugian dan juga perpecahan yang terjadi serta kesedihan dan luka yang mendalam.
Dari konflik yang terjadi di Ukraina, seharusnya kedua belah pihak mendiskusikan penyelesaian masalah dengan mengesampingkan ego masing-masing. Pihak Rusia seharusnya menghormati kedaulatan dari Ukraina dan juga Ukraina harus menjaga hubungan baik dengan Rusia. Barat seharusnya menjadi media perantara yang dapat menyelesaikan konflik ini, pemberian sanksi hanya akan merugikan pihak Barat dan juga berimbas ke negara-negara lainnya. Setiap pihak seharusnya dapat menyelesaikan konflik yang terjadi agar tidak mengganggu kestabilan global.
*Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (UNAND), di bawah bimbingan dosen Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.
Selamat Alif! Terus semangat dan produktif ya…ayo menulis lagi dan kirim lagi ya…
Mantap bro..
Tapi apakah benar tidak ada yang diuntungkan? Bagaimana dengan Military Industrial Complex (MIC) yang membuat senjata harus tetap terjual, bukankah perang adalah sebuah pasar yang bagus untuk promosi sekaligus uji coba senjata? Kalau seperti itu apakah itu tidak bisa disebut sebagai untung?
Informasi terkini dan sangat bermanfaat ditunggu untuk artikel berikutnya..