Oleh: Emil Radiansyah, Hizra Marisa dan Asriana Issa Sofia*
Istilah Indo-Pasifik digunakan sebagai pengganti istilah sebelumnya yang sangat melekat yaitu Asia-Pasifik, dengan perbedaan mendasar penekanan pada wilayah yang berkaitan dengan perairan. Kawasan Indo-Pasifik meliputi Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Benua Asia Daratan, Jepang, Asia Tenggara dan Benua Australia, yang meliputi negara-negara maju seperti China, Jepang, India, Australia, Korea Selatan, Amerika Serikat (AS), dan Kanada. Kawasan tersebut telah menjadi kawasan yang diperebutkan oleh berbagai negara dan kepentingannya. Sehingga isu keamanan tidak lepas dari kawasan tersebut. tetapi kawasan Indo-Pasifik juga menjadi kawasan yang terhitung paling dinamis di abad ke-21 dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dibandingkan dengan belahan dunia lainnya.
Indo-Pasifik menjadi sorotan setelah Jepang mengumumkan konsep Free and Open in Indo-Pacific (FOIP) yang diumumkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe pada tahun 2016. Pandangan Abe berakar pada keamanan, ekonomi, dan maritim. Baru kemudian pada tahun 2017, Presiden Trump mengumumkan visi negara AS free and open Indo-Pacific di KTT APEC di Vietnam, dan komitmennya untuk wilayah yang aman, terjamin, makmur, dan bebas yang menguntungkan semua negara (Department of Defense USA, 2019). Setelah keterlibatan AS di dalam kawasan ini, menyebabkan aktor lain turut bermunculan.
Kawasan Indo-Pasifik yang merupakan rumah bagi 3/5 populasi dunia, dengan total GDP mencapai hampir 52 triliun dolar AS, Indo-Pasifik menjadi arena bagi perang dingin baru, di mana dalil persaingan politik dan ekonomi AS dengan China terjadi. Hal tersebut secara tersirat tertuang dalam cetak biru yang dikeluarkan Gedung Putih AS pada Februari 2022, di mana Pemerintah AS mengatakan ada beberapa kerangka ekonomi politik dalam mempromosikan dan memfasilitasi perdagangan berstandar tinggi, mengatur ekonomi digital, meningkatkan ketahanan dan keamanan rantai pasokan, mengkatalisasi investasi dalam infrastruktur standar tinggi yang transparan, dan membangun konektivitas digital–menggandakan ikatan ekonomi AS dengan kawasan ini sambil berkontribusi pada peluang bersama Indo-Pasifik (Strategi Indo-Pasifik AS, 2022). Free and Open Indo Pacific tersebut telah membawa ketegangan Laut China Selatan, ter- surat dalam cetak biru yang disampaikan oleh Presiden AS, Joe Biden, yakni fokus Amerika yang semakin intensif dikarenakan adanya fakta Indo-Pasifik menghadapi tantangan yang berat, khususnya dari RRC.
Menurut AS, RRC mengombinasikan kekuatan ekonomi, diplomasi, militer, dan teknologinya seiring mereka berupaya mendapatkan ruang untuk mempengaruhi kawasan Indo-Pasifik dan bertujuan untuk menjadi kekuatan yang paling berpengaruh di dunia. “Koersi dan agresi RRC menyebar ke seluruh dunia, namun paling akut terjadi di Indo-Pasifik. Dari koersi ekonomi Australia ke konflik di sepanjang Line of Actual Control atau Garis Kontrol Aktual dengan India, sampai tekanan yang semakin meningkat terhadap Taiwan dan perundungan terhadap negara-negara tetangga mereka di Laut Cina Timur dan Selatan, para sekutu dan mitra kami di wilayah tersebut juga menanggung kerugian dari perilaku berbahaya RRC” ucap Biden dalam pidato peluncuran cetak biru Strategi Indo-Pasifik AS (VOA Indonesia, 2022).
Di balik kekuatan besar yang memang sudah dimiliki oleh AS, juga didukung oleh barisan kekuatan di belakangnya yang setuju dengan konsep Indo-Pasifik menurutnya. Basis pendukungnya yakni Quad yang beranggotakan AS, Jepang, Australia, dan India (The Department Of Defense, 2019). Keterlibatan kekuatan besar bukan hanya mereka saja. Sebelum mereka masuk lebih ke dalam kawasan Indo-Pasifik sudah terdapat penghuni lama kekuatan yang berada di kawasan ini. China sudah memegang kekuasaan di Indo-Pasifik. China merupakan alasan kuat keberadaan Quad di kawasan Indo-Pasifik. Pengaturan Quad dan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka adalah semacam kompetisi halus melawan inisiatif Belt Road Initiative (BRI) China (Saha, 2018). Wilayah ini, bagaimanapun, tetap menjadi pilar penting di BRI China. Pangsa kekuasan China luas di wilayah tersebut, terlebih terdapat salah satu titik kekuasannya yang selalu menjadi sengketa yaitu Laut China Selatan (LCS). Selain itu dominasi militer China seperti di LCS dan Laut Timur dianggap telah menimbulkan ancaman terhadap stabilitas keamanan kawasan (Irawan, 2018).
Strategi Indo-Pasifik Biden menjanjikan langkah-langkah untuk memperdalam aliansi kesepakatan Amerika yang sudah terjalin dengan Australia, Jepang, Korea Selatan, Filipina dan Thailand. Strategi itu juga bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan mitra regional, seperti India, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Vietnam dan Kepulauan Pasifik. Pemerintahan Biden memberikan penekanan yang kuat terhadap Quad–kelompok regional beranggotakan AS, India, Jepang dan Australia. Sebagian besar strategi itu bertumpu pada anggapan akan apa yang akan dilakukan aktor lain (Heiduk, 2016).
Kekhawatiran AS akan dominasi China di kawasan Indo-Pasifik memiliki landasan yang kuat. Kekuatan besar seperti China disinyalir mulai menempuh jalan dengan membentuk Global Security Initiative, Belt Road Initiative dan ekspansi potensial Shanghai Cooperation Organisation (SCO). Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dikhawatirkan dapat berisiko melemahkan posisi Indo-Pasifik, termasuk ASEAN. Negara-negara seperti Korea, Australia dan Indonesia yang diklasifikasikan sebagai middle power diharapkan dapat merangkul negara-negara kecil untuk melakukan kerja sama kolektif di Indo-Pasifik. Sejalan pula dengan survei terbaru dari ISEAS Yusof Ishak Institute yang mencatat 61,5% responden khawatir ASEAN menjadi arena kompetisi dari kekuatan besar dan negara-negara anggotanya dapat menjadi arena perang proksi kekuatan tersebut (survey ISEAS Yusof Ishak Institute, 2022).
Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa kemunculan istilah Indo-Pasifik menghadirkan bentuk kawasan baru yang menjadi tempat berkompetisi aktor-aktor besar. Kontestasi negara besar yaitu AS dan China dalam menyebarkan pengaruhnya menyebabkan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik menjadi terancam. Dalam kawasan tersebut berisikan negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Kawasan Asia Tenggara menjadi bagian yang mendapat dampak dari rivalitas kedua negara tersebut. ASEAN tengah dihadapkan dengan potensi ancaman netralitas negara anggotanya yang disebabkan oleh kedekatan yang berbeda antar negara dengan AS atau China. Peranan Indonesia yang membawa kerjasama ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) di mana merupakan sebuah konsep kerjasama yang bersifat lunak untuk menghindarkan pandangan negatif China terhadap negara-negara di kawasan.
Indonesia bersama ASEAN dituntut agar mampu menciptakan stabilitas di kawasan. Rasa saling percaya dalam semangat kerja sama ini menjadi modal kuat dalam menghadapi trust deficit, rasa curiga dan tidak percaya, yang menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Salah satu modal untuk membangun rasa saling percaya dalam mengembangkan kerja sama internasional itu, Indonesia dan ASEAN memiliki formula khas adanya treaty of amity and cooperation (TAC) sebagai jaminan bagi semua pemangku kepentingan tidak ingkar janji atau malah wan-prestasi. Memasuki kawasan EAS plus ini (melintasi Indo-Pasifik) gagasan meletakkan TAC serupa sebagai kartu jaminan adalah sebuah tuntutan yang logis (Rizqo, 2021).
Kompetisi AS-China di kawasan Indo-Pasifik di satu sisi memperlihatkan kondisi kompetisi saat ini seharusnya dibarengi dengan penurunan multilateralism di dunia, sementara minilateralisme kini mulai cenderung meningkat. Meskipun begitu, Amerika Serikat secara aktif melalui kebijakan luar negerinya melaksanakan forum dialog kelompok empat atau sering disebut Quadrilateral Meeting Group yang beranggotakan Australia, India dan Jepang serta kerjasama pertahanan AUKUS (Australia, United Kingdom, United States of America) dengan tujuan bahwa kedua bentuk kerjasama tersebut akan efektiv “membungkam” gerak laju kebijakan luar negeri China terhadap Asia utamanya membendung pergerakan militer China.
AS atau China yang tengah memainkan hard and soft power-nya di kawasan Indo-Pasifik, kembali mengingatkan kita pada pernyataan Hans J Morgenthau (Politics Among Nations: Strugle for Power and Peace, 1985) bahwa suatu negara yang berusaha mendapatkan kekuasaan yang lebih dibandingkan dengan yang dimilikinya sekarang, akan mencari perubahan yang menguntungkan.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>
Indo-Pasifik, suatu terminologi baru yang diciptakan oleh Amerika beserta negara aliansinya, untuk mengganti istilah kawasan Asia Pasific, yang kini menjadi salah satu kawasan ekonomi paling penting di dunia.
Tata Kelola Indo-Pasifik yang dimotori oleh Quad, yaitu ; Amerika, india, Jepang dan Australia berupaya untuk membangun kawasan ekonomi, politik dan keamanan Indo-Pasifik dengan caya mendapatkan dukungan dari negara-negara sekitar, termasuk di kawasan ASEAN.
Indo-Pasifik diharapkan dapat menghambat laju Belt Road Initiative (BRI) yang didorong oleh China, untuk kawasan Asia Pasific sampai Asia Selatan dan Timur Tengah.
Tampaknya inisiatif Indo-Pasifik yang berhadapan langsung dengan Belt Road Initiative akan menjadi perang dingin baru di kawasan Asia Pasifik, baik secara ekonomi, politik maupun keamanan.