Pengaruh Terpilihnya Anwar Ibrahim terhadap Pemilu Indonesia
Menurut saya pribadi terpilihnya Anwar sebagai PM Malaysia dapat berpengaruh kepada pemilihan umum Indonesia yang akan dihelat kurang lebih dua tahun lagi pada 2024. Terpilihnya Anwar Ibrahim sendiri merupakan kisah underdog yang hebat, dari Penjara ke Putrajaya. Meskipun karier politiknya selalu dijagal oleh penguasa dan usianya sudah tidak muda lagi, sihir politiknya dalam kancah pecaturan politik negeri jiran tak pernah hilang. Nilai-nilai politik yang dibawa anwar seperti persatuan, kebebasan, demokrasi, tatakelola yang baik bisa mempengaruhi perilaku pemilih pada Pemilu Indonesia pada 2024.
Masyarakat tentunya jenuh dengan berbagai peristiwa politik dan para politisi yang memainkan sentimen agama, ras dan sebagainya untuk memenangkan pemilu. Kisah anwar yang ingin menyatukan Malaysia demi kemajuan negaranya merupakan hal yang baik untuk ditiru. Nilai politik lain yaitu rasionalitas terhadap perubahan atau progresif, menyadarkan kita bahwa bersikap konservatif tidak mendapatkan keuntungan apa apa dalam segi ekonomi, politik, kesejahteraan dan lain sebagainya. Apabila negara bersikap konservatif maka kisah politisi BN yaitu Najib Razak akan terulang lagi di negara kita. Politisi yang membawa nilai konservtaif tersebut hanya ingin memegang tampuk kekuasaan dengan tujuan yang tidak jelas adanya. Hendaknya generasi muda juga masyarakat yang moderat menyadari hal tersebut dengan memilih calon yang tepat dalam memimpin bangsa ini yang memiliki gerakan atau visi yang jelas untuk bangsa. Tidak hanya memilih karena polarisasi atau ketokohannya saja dalam kehidupan sehari-hari.
Harapan Kaum Muda Indonesia Terhadap Perpolitikan Masa Depan Melalui Pemilu 2024
Bagi saya sendiri sebagai kaum muda Indonesia sangat berharap perpolitikan masa depan harus berorientasi ke depan dengan progresifitas politisi yang jelas adanya. Sebagaimana yang terjadi di negeri Jiran, kemenangan Anwar Ibrahim yang menjunjung tinggi perubahan dalam ekonomi dan tata kelola pemerintahan serta orientasinya yang jelas ke masa depan meyakinkan pemilih generasi dan kaum muda yang moderat bahwa ia merupakan Perdana Menteri yang membawa negera Malaysia ke arah yang lebih baik lagi. Tentunya saya ingin Indonesia juga mengalami hal yang demikian pula. Meskipun belum ada calon pasti untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, saya ingin bahwa yang ditawarkan oleh para pasangan calon adalah visi misi yang jelas untuk keberlanjutan masa depan Indonesia dalam segi ekonomi, kesejaheraan masyarakat, hukum, politik dan lain sebagainya. Jangan ada lagi polarisasi politik yang terjadi kala pemilu 2019 yang meninggalkan luka lama hingga sekarang, hendaknya setiap masyarakat bersatu dan berprogress demi mengembangkan negaranya kearah yang lebih baik di masa depan. Jangan hanya mengorbankan persatuan bangsa juga keberlangsungan hidup di masa depan demi menguasai tampuk kekuasaan demi lima tahun kekuasaan.
Saya juga berharap ada pihak oposisi yang setingkat dengan yang dilakukan Anwar Ibrahim selama 24 tahun ke belakang. Pihak oposisi juga harus mengembangkan nalar kritis mereka sebagai pihak yang melakukan check and balance kepada pemerintah, tidak hanya mengoyang pemerintah dengan isu fitnah tanpa ada bukti kritis lebih lanjut. Dengan adanya oposisi yang kuat, juga petahana yang baik akan menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar bahkan terbaik di dunia. Harapan terakhir saya adalah penghapusan Presidensial Threshold 20%, karena sejauh yang saya lihat keberadaan 20% presidential threshold sangat menganggu iklim demokrasi. Bila melihat pemilu 10 tahun ke belakang, pemilu hanya akan menyediakan dua opsi pasangan calon. Bisa dilihat kita terbelah melalui polarisasi ketokohan tanpa melihat ide atau visi yang dibawa oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hendaknya presidential threshold ini dihapuskan agar masyarakat bebas memilihkan pasangannya tanpa ada keterlibatan elit politik dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ingatlah menjaga iklim demokrasi tetap dilaksanakan oleh rakyat sebagai aktor utama bukan segelintir elit di atas sana.
*Penulis: Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Andalas (Unand).