Indonesia sendiri belum memiliki Undang-undang tentang LGBT dan masih menjadi perdebatan eksistensinya dalam substansi terbaru yaitu KUHP. Dalam KUHP tidak ada kata LGBT; lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Meskipun ada ancaman pidana terhadap kegiatan asusila dan hubungan seks sesama jenis. Tidak ada aturan perundang- undangan yang mengatur definisi soal LGBT. Sebagai kritik, Pemerintah Indonesia tidak secara tegas untuk menentukan keberpihakannya kepada kelompok minor dan dalam merancang serta membuat keputusan yang di-sahkan.
Kelompok LGBT di Indonesia mulai dari tahun 2016 mengkampanyekan bahwa LGBT juga mempunyai hak yang sama serta di lindungi oleh HAM. Walaupun, kala itu dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyerukan atau memberlakukan larangan penampilan atau gaya lelaki yang menyerupai perempuan tampil di televisi. Namun, pelarangan LGBT tidak ada payung hukumnya di Indonesia hingga saat ini, untuk penyikapan LGBT di Indonesia.
Zulkifli Hasan saat diwawancarai oleh Merdeka.com menyebut “ada lima fraksi parpol di DPR yang pro LGBT.” Sehingga, hal ini harus direspon secara aktif dan substansi, karena dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Pasal 29 Ayat 1 menyatakan Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Firman Soebagyo selaku Wakil Ketua badan Legislasi (Baleg) DPR saat diwawancarai melalui merdeka.com “Firman Soebagyo mengaku pernah dilobi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing agar membahas soal Rancangan Undang-undang LGBT. Namun, Firman menyebut “Baleg DPR langsung menolak lobi tersebut”.
Jika melihat dampak dari tindakan LGBT akan merusak asusila, moral dan banyak dampak yang fatal seperti dalam medis 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV/AIDS bagi Kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) atau yang dikenal sebagai gay dan dapat menjadi suatu penyebab kanker anal. Oleh karena itu, perlu dirancang turunan Undang-undang khusus LGBT untuk mempertegas keberadaannya dan konsekuensi hukumnya di Indonesia, karena wacana yang beredar masa kini masih banyak celah ketidakpastian hukum bagi kelompok LGBT diakomodir berdasarkan HAM dan perjuangannya yang dijamin oleh negara. Faktanya masih banyak yang mengkampayekan isu-isu LGBT di berbagai platform media.
Serta dapat kita lihat kekuatan massa atau kelompok LGBT dan Pemerintah berpengaruh pada proses politik atau pembuatan kebijakan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat di Indonesia dan Rusia saat ini. Perjuangan Politik Organisasi Homoseksual atau LGBT di Indonesia dan Rusia ini tetap konsisten untuk memperjuangkan hak nya yang melekat dalam tubuh individu, tujuannya ialah agar para kelompok LGBT ini merasa aman dan nyaman. Para kelompok LGBT harus menyampaikan narasi perjuangan terhadap Hak Asasi Manusia, secara intelektual, konstitusi dan rasional. Dengan tidak adanya regulasi, maka Pemerintah Indonesia masih dilematis dalam keberpihakan. Sehingga, menyebabkan kampanye LGBT di media sosial masih selalu ada atau tetap tersebar secara masif melalui komunitas-komunitas secara sunyi.
Dikutip melalui website tvonenews.com, “bahwa ada kasus temuan 3.000 anggota LGBT di Garut diutarakan oleh Aliansi Umat Islam (AUI) Garut. Angka 3.000 LGBT muncul setalah pihak AUI melakukan kajian dan terjun ke lapangan. Dengan menemukan komunitas tersebut, AUI menuding keanggotaan LGBT di Garut sudah tak malu-malu eksis di Media Sosial “.
Jika pemerintah memberikan legitimasi secara makro, maka implementasi juga butuh masyarakat secara umum bahkan sampai unit terkecil seperti keluarga. Pentingnya edukasi dan sosialisasi mengenai tentang nilai dan praktik dari Pancasila di Indonesia menjadi salah satu bentuk riil bahwa kondisi masyarakat akan tetap terjaga apabila terhindar dari pengaruh dampak negatif keberadaan LGBT yang umumnya sudah semakin terlihat dari seorang anak ketika tumbuh remaja hingga dewasa. Selain itu, kebudayaan yang semakin tergerus faktor globalisasi semakin harus dipahami kembali secara bersama terutama hal ini berkaitan dengan keutuhan bangsa dan negara. Dalam praktiknya, menjaga nilai-nilai dan norma sosial dan agama yang berkembang di masyarakat menjadi tonggak bagi kemajuan peradaban dan terhindar dari beragam pengaruh yang akan merusak generasi muda Indonesia.
*Penulis: Mahasiswa Pascasarjana, FISIP, Universitas Indonesia. Tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.