More

    Perbandingan di Indonesia dan Rusia dalam Menangani Kasus LGBT Melalui Regulasi dan Sosialisasi

    Oleh: Ringga Wijaya Kusuma*

    Ilustrasi: Kontroversi ban kapten “one Love” pada Piala Dunia Qatar 2022. (Foto: news.sky.com via wartakota.tribunnews.com)

    Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) selalu menjadi isu kontemporer yang mengundang prodan kontradi kancah sosial dan politik global. Argumentasi mendasar bagi kubu yang menyetujui LGBT dengan dalih menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang dimana seseorang mempunyai hak sepenuhnya pada diri sendiri, termasuk kebutuhan seksualnya. Jika mengacu terhadap teori Universalisme Hak Azazi Manusia (HAM) merupakan pernyataan dan tuntutan terhadap pengakuan bahwa hak-hak manusia yang asasi adalah bagian kodrati yang inheren pada setiap pribadi manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usia, latar belakang kultural, agama atau spiritualitasnya. Pada intinya universalisme mengindikasikan bahwa HAM harus berlaku sama di semua tempat, tanpa terkecuali. 

    Sekitar kurun waktu tahun 1991-2007 masyarakat Rusia lebih toleran terhadap keberadaan kaum atau kelompok LGBT. Hal tersebut dibuktikan dengan dibukanya club khusus gay di kota Moskow dan St. Peterburg. Hadirnya club-club tersebut tidak lepas dari kehadiran kelompok sebagai wadah kaum LGBT berkumpul dan mendapatkan dorongan atau keberanian untuk melakukan tindakan self-disclosure dimana mereka dapat mengemukakan pendapat mereka. Selain itu, kelompok LGBT tersebut juga sebagai sarana untuk menyalurkan atau memperjuangkan tuntutan mereka mengenai persamaan hak mereka dalam bidang sosial, ekonomi dan khususunya dari bidang pernikahan. 

    - Advertisement -

    Organisasi LGBT Rusia mulai berdiri pasca runtuhnya Uni Soviet karena terpengaruh faktor politik domestik yang sedang mengalami instabilitas, sehingga memberanikan mereka muncul ke permukaan. Perkembangan LGBT di ranah sosial tidak terkait oleh kebudayaan, agama, ras, seperti yang sering dianggap masyarakat awam bahwa perilaku LGBT merupakan pengaruh dari Barat atau dengan kata lain suatu penyakit ‘epidemic’ yang muncul dan menghilang. Perkembangan perilaku mengenai homoseksual yang merupakan bagian dari LGBT memiliki keterkaitan dengan keberadaan budaya, agama dan ras.

    Sedangkan bagi kelompok yang menolak berpedapat bahwa perbuatan LGBT merupakan tindakan yang dianggap tidak normal, jauh dari nilai-nilai norma, dan dianggap kontradiktif terciptanya manusia atau keluar dari fitrahnya. Bahkan, hal tersebut dianggap membahayakan generasi masa depan umat manusia. Berdasarkan teori Relativisme Budaya disebutkan bahwa memandang HAM berbeda- beda, dengan melihat keterbatasan pada wilayah tempat tinggal dan kebudayaan. Apa yang menjadi hak bagi satu kelompok masyarakat belum tentu menjadi hak bagi kelompok masyarakat yang lain. Pada intinya teori relativisme berpandangan bahwan dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia tidak dapat secera universal, namun harus di pahami secara norma, budaya dan agama di tempat atau wilayah tertentu.

    Hingga kini, Pemerintah Rusia telah mengesahkan Undang-undang anti-LGBT. Rusia melarang semua bentuk propaganda LGBT, mulai dari tindakan hingga kampanye di publik, internet, film, buku, atau iklan. Kekuatan organisasi LGBT atau homoseksual di Rusia pada saat pemerintahan Presiden Vladimir Putin di pandang menurun, karena di Rusia sendiri kekuatan penguasa sangat berpengaruh terhadap proses politik dalam kebijakan keberadaan LGBT di Rusia tersebut. Presiden Rusia Vladimir Putin memang telah lama bersekutu dengan Gereja Ortodoks Rusia dan secara aktif menjauhkan negaranya dari nilai-nilai Barat yang liberal. Dikutip melalui media Deutsche Welle (DW) “Bulan lalu, dia mengatakan Rusia tidak akan melegalkan pernikahan sesama jenis selama dia menjadi presiden.”

    Adapun bagi warga yang melanggar bisa didenda hingga 400 ribu rubel atau sekitar Rp103 juta. Sementara itu, organisasi atau lembaga yang melanggar bisa didenda hingga 5 juta rubel atau setara Rp1,2 miliar. Apabila propaganda itu dilakukan oleh orang asing, maka mereka bisa ditangkap dan diusir hingga 15 hari dari Rusia. Beberapa alasan mengapa undang-undang LGBT tersebut disahkan diantaranya adalah:

    1. Untuk memperluas cakupan aturan anti-LGBT Rusia yang sebelumnya sebatas melarang keras praktik LGBT di hadapan anak-anak.
    2. Sebagai solusi untuk menyelesaikan ditengah tekanan terhadap kelompok minoritas
    3. Rusia ingin kembali memperkuat kembali nilai-nilai tradisional yang telah ada

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here