Oleh: Daniel Ananda Pradipta*
Sebagai salah satu cara untuk mengurangi laju penularan Covid-19, banyak negara menerapkan peraturan wajib vaksin di tempat umum. Namun, di saat yang bersamaan, masih banyak dari kalangan masyarakat yang skeptis terhadap efikasi vaksin Covid-19, terutama dari segi keamanan ataupun kebebasan sipil.
Salah satu kasus yang menarik diamati adalah Australia. Pemerintah Australia memberlakukan wajib vaksin sebagai respons dari terus meningkatnya wabah Covid-19. Berdasarkan data WHO Oktober 2022, setidaknya terdapat kurang lebih 10.1 juta masyarakat Australia yang terinfeksi wabah tersebut.[1]Dalam hal ini, penerapan wajib vaksin berlaku terutama bagi para pekerja, baik di sektor swasta ataupun pemerintah, petugas kesehatan, serta sebagai persyaratan masuk ke fasilitas umum.[2]
Namun demikian, muncul pro-kontra di tengah masyarakat Australia, sehingga penerapan aturan ini memunculkan berbagai kesulitan bagi masyarakat yang menolak vaksin, seperti PHK atau pengunduran diri massal ataupun isolasi.
Hak Asasi Manusiadan Informed Consent dalam Vaksin
Alasan yang dikemukakan sebagian pihak yang menolak vaksin di Australia adalah Hak Asasi Manusia (HAM). HAM merupakan hak kebebasan mendasar bagi semua orang, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan ataupun etnis, ras, agama, bahasa, atau status lainnya.[3]Berdasarkan Piagam PBB 1948, hak asasi mengakui martabat alamiah dan hak-hak yang sama pada seluruh umat manusia, atas dasar kemerdekaan dan perdamaian di dunia. Hak-hak tersebut bersifat fundamental, yakni tidak dapat dicabut sama sekali.[4]Sementara itu, informed consent merupakan bentuk persetujuan antara pasien/keluarga dan dokter, yang disertai oleh penjelasan lengkap mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Dokter yang bertanggungjawab wajib bertindak sesuai prosedur etik yang sudah ditentukan lewat hukum kepada pasiennya, dan juga disertai dengan adanya persetujuan.[5]
Pada dasarnya, konsep hak asasi dan informed consent dalam penggunaan vaksin berkaitan satu sama lain. Berdasarkan kedua konsep tersebut, penggunaan vaksin, baik itu sebagai alat untuk penyembuhan ataupun pertahanan dari wabah, harus disesuaikan dengan kesukarelaan dan kesediaan pasien itu sendiri. Hal ini dimaksud agar pasien yang divaksin tersebut mampu memahami bahwa efek samping dari vaksin, yang dalam beberapa kasus, mampu memengaruhi kesehatan mereka. Oleh karena itu, hak asasi dan informed consent harus menjamin kebebasan sipil bagi pengguna vaksin.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>