Tidak jauh dari Asean ada Tiongkok dengan model pertanian yang menarik. Pemerintah Tiongkok memberikan bantuan (non subsidi) langsung ke petani, bukan ke perusahaan, karena dianggap kapitalis. Petani membeli ke perusahaan dan resi pembeliaan di-reimburse ke bank pemerintah. Pemerintah memberikan bantuan ke petani lewat bank pemerintah yang sampai ke daerah-daerah. Lewat cara itu petani bisa membeli ke perusahaan dengan setengah harga karena bantuan pemerintah hampir 50%. Tidak hanya itu, pembelian mesin pertanian bahkan juga disubsidi 50% oleh pemerintah Tiongkok. Sedangkan di Indonesia ini semua tidak terjadi.
Selain masalah ongkos produksi petani yang semakin tinggi, ketersediaan beras juga mempengaruhi harga di pasaran. Bulan Maret-April 2022 lalu stok beras Bulog tidak mencukupi dari segi pengadaan. Minimal stok yang harus disediakan adalah 1,2 juta ton per tahun, sedangkan yang tersedia hanya sekitar 800 ribu ton. Akibatnya stok beras Bulog terbatas dan akhirnya pada bulan September cadangan sudah habis. Menurut Prof. Dwidjono Hadi, harga beras pasti naik setiap tahun di bulan November-Desember. Kelangkaan membuat harga beras naik dan akan turun saat panen lagi bulan Januari-Februari. Harga tidak akan stabil meskipun pemerintah melakukan impor, karena kemungkinan beras impor masuk pada bulan Januari. Jika cadangan cukup, November-Desember masih bisa operasi pasar dan harga stabil.
Prof. Dwijdono Hadi menekankan bahwa perlu dipisahkan antara gabah dan beras. Petani umumnya menjual hasil panen dalam bentuk gabah. Artinya 60% upah buruh tani itu dihitung lewat gabah bukan beras. Sedangkan harga gabah sejak zaman Soeharto sudah ditekan terus oleh pemerintah sampai saat ini, keuntungan petani sejatinya tetap kecil. Tujuan Soeharto menekan harga gabah saat itu agar tingkat upah tidak naik dan barang Indonesia bisa dijual murah untuk bersaing di luar negeri.
Jika kita berbicara tentang beras maka kita tidak lagi bicara tentang petani, tetapi bicara tentang pengusaha dan pihak lain yang mengolah gabah jadi beras.Sejak tahun 1998 karena adanya IMF, Bulog tidak boleh lagi memonopoli impor dan stok beras. Karena itu pangsa Bulog diperebutkan oleh pengusaha. Sekarang para pengusaha menguasai sebagian besar pasar, sedangkan Bulog hanya menguasai 8% pangsa pasar beras. Itulah yang menyebabkan operasi pasar Bulog tidak bisa mengendalikan harga.
Ketergantungan masyarakat terhadap beras membuat permintaan beras semakin tinggi, permintaan tinggi akan berdampak pada melambungnya harga saat stok terbatas. Ini juga dampak dari kebijakan pemerintah dalam menjadikan beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Di Papua misalnya, mereka dulu mengkonsumsi umbi-umbian karena tanaman pangan jenis itu banyak di sana. Karena Revolusi Hijau kekurangan pangan di Papua diisi dengan beras. Kemudian beras dianggap sebagai makanan bergengsi mengalahkan umbi-ubian.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>