Ketika Amir yang menganut budaya merah bergelut mati-matian melawan budaya fasis, para penganut budaya borjuis seperti Sukarno dan Hatta justru memilih berkolaborasi—atau bahasa kerennya: kolabatau ngantek—dengan Jepang. Budaya yang dianut oleh ketiga tokoh tersebut memperlihatkan mentalitas dan karakter perjuangan mereka masing-masing. Seperti yang terjadi pada Amir.
Pada Februari 1943, Amir bersama 300 orang lainnya ditangkap oleh Jepang. Sudah jelas ia dan rekan-rekannya disiksa habis-habisan, bahkan banyak yang ditembak kepalanya. Amir sendiri disiksa sampai kepalanya ditaruh di bawah. Posisinya persis seperti Yesus yang disalib terbalik. Ada puisi Chairil Anwar—anak Medan satu ini juga melawan fasisme—yang mungkin bisa menggambarkan kondisi Amir ketika dipenjara Jepang:
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
kulihat tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah
terbayang terang di dalam masa
bertukar rupa ini segera
mengatup luka
aku bersuka
itu tubuh
mengucur darah
mengucur darah
Konon, Amir dikenal sebagai pemeluk Nasrani yang teguh. Dan puisi Chairil tersebut ditujukan “Kepada Nasrani Sejati.”
Bersambung ke halaman selanjutnya –>