More

    Budaya Merah Amir Sjarifuddin

    Oleh: Ragil Nugroho*

    Amir Sjarifuddin (mantan Perdana Menteri Republik Indonesia). (Foto: sindonews.com)

    Bila Ken Arok atau Jokowi adalah keturunan lembu peteng, maka Amir Sjarifuddin yang akan kita ulas sekarang, ibaratnya keturunan “lembu (sapi) limosin” yang punya garis keturunan jelas dan unggul alias anak priyayi. Lihat saja silsilahnya. Amir berdarah biru dari bangsawan Batak Angkola asal Pasar Matanggor. Kakeknya, Sutan Gunung Tua, mempunyai jabatan penting sebagai jaksa di Medan, begitu pula bapaknya, Baginda Soripa, jaksa di Medan pula. 

    Sebagai anak jaksa bin priyayi, sudah jelas Amir hidup dalam budaya feodal. Budaya yang menurut Pramoedya Ananta Toer (2000:178), “tidak dalam tradisi bekerja produktif dan kreatif, cita-citanya sebelum bisa baca tulis sudah digadaikan pada kekuasaan yang berlaku.” Tapi faktanya, Amir ternyata bisa keluar dari kultur feodal. Ia menjadi semacam Minke dalam Bumi Manusia yang, karena didikan Eropanya lantas memunggungi budaya moyangnya. Ia buang gelar kebangsawanannya.

    - Advertisement -

    Mirip Minke, Amir juga lebih banyak diilhami oleh Revolusi Prancis dengan slogannya “Persamaan, Persaudaraan dan Kebebasan,” bukannya Revolusi Rusia 1917 yang dipelopori oleh Lenin, atau Revolusi Amerika. Semangat humanisme dari Revolusi Prancis inilah yang kemudian memberikan kesadaran bagi Amir untuk meninggalkan budaya tuan-hamba sahaya, demi merangkul budaya yang egaliter. 

    Sebagaimana kita tahu, pada zaman penjajahan Belanda, bangsa kita dikuasai oleh dua kekuatan sekaligus: kolonialisme dan feodalisme. Keduanya bersekutu untuk menguasai sumber daya alam dan manusia bangsa ini sehingga, tentu saja, dibutuhkan usaha yang dua kali lipat kerasnya untuk melawan itu. Selain harus menjebol kolonialisme dengan wataknya yang eksploitatif, juga harus meruntuhkan feodalisme yang akarnya sudah tertanam dalam dan lama sejak zaman Kalingga hingga masa Amir dilahirkan. Cuma, khusus di Indonesia, ketika kolonialisme sudah memasuki corak produksi kapitalisme, bangsa ini masih memelihara feodalisme sebagai perpanjangantangan kekuasaan. Maka jika kemudian Amir terlihat begitu bersemangat untuk membabat dua musuh ini sekaligus—kolonalisme dan feodalisme dengan budaya masing-masing yang sama-sama menindasnya—itu adalah langkah yang sangat tepat. 

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here