More

    Nalar yang Hilang: Pengguntingan Celana di Asrama Unand yang Menuai Polemik

    Oleh: Robbi Herfandi*

    Asrama Unand (Sumber: gentaandalas@com).

    Asrama Unand adalah Asrama yang berada di lingkungan kampus Universitas Andalas, merupakan suatu tempat bernaung dan tempat pulang bagi mahasiswa baru selama periode yang telah ditentukan. Mahasiswa yang tinggal Asrama Unand  memiliki privilege tersendiri dikarenakan dalam tahun 2022 Unand menerima 7.035 Mahasiswa baru lewat tiga jalur yaitu: SNMPTN,SBMPTN, dan SIMA. Namun yang mendapatkan keistimewaan tinggal di asrama hanya sepertujuh dari mahasiswa yang diterima sekitar lebih kurang 1.000 mahasiswa. Terpantau mahasiswa yang tinggal di asrama diprioritaskan untuk anak KIP-K yang berada diluar kota padang.

    Dengan keistimewaan tersebut, Asrama Unand memiliki program yang dapat  mengambangkan jiwa konsisten, jiwa sosial, dan jiwa kepemimpinan, seperti sholat subuh berjamaah ke masjid, organisasi AMA (Asosiasi mahasiswa asrama) dan buku sahabat. Namun keistimewaan tersebut tidak benar-benar dimanfaatkan dan sirna seketika, akibat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, cuman butuh satu, tapi pengen lebih, bahkan merusak.

    - Advertisement -

    Kejadian tersebut diawali oleh peraturan tidak boleh menggunakan celana ketat bagi perempuan dengan dalih keamanan dalam perjalanan. Sehingga munculnya kejadian pengguntingan celana mahasiswi asrama non-muslim akibat melanggar aturan tersebut yang dilakukan oleh salah satu pembina asrama, menimbulkan polemik dan kegoncangan di lingkup Asrama Unand maupun Universitas Andalas.

    Dengan adanya masalah seperti itu, manusia akan selalu merengek kepada lautan makna mempertanyakan segala hal, sehingga munculnya opini-opini, baik dari mahasiswa asrama, maupun di lingkungan kampus Universitas Andalas. Dengan adanya polemik itu, manusia akan terus mencari eksistensi, mencari jati diri maupun panggung, sampai-sampai melakukan penggiringan opini dengan kata “Diskriminatif” sebenarnya beberapa orang menginginkan pengetahuan karena keingintahuan alami dan sifat ingin tahu, beberapa untuk menghibur pikiran dengan berbagai variasi dan kegembiraan, beberapa untuk ornamen dalam peningkatan reputasi, dan beberapa untuk kemenangan dan pertikaian sehingga termarjinalkan dan sedikit memakai nalar ilahi. Padahal jika menelusuri kronologi kejadian tidak ada tindakan diskriminatif, memang apabila eksistensi menjadi harga mati, maka bisa saja suatu kelompok menempuhnya dengan berbagai cara, bahkan dengan cara yang dangkal sekalipun.

    Kata diskriminatif tidak cocok untuk melabeli kasus ini, adanya distorsi dan kegagapan dalam penggunaan diksi jika melihat pengertian diskriminatif itu sendiri adalah “pembedaan perlakuan terhadap sesama berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, status sosial dan lain-lain.” Padahal peraturan tersebut diberlakukan pada seluruh mahasiswi asrama tanpa ada unsur agama di dalamnya, kasus ini cocok dilabeli dengan tindakan intimidasi dikarenakan berdasarkan video yang beredar mahasiswi asrama dipaksa untuk menggunting celananya.

    Dengan kegagapan mahasiswa/i asrama dan lingkungan kampus dalam melihat kasus ini, mereka menyimpulkan dan menginginkan revolusi terhadap peraturan tersebut, dikarenakan ketidakpuasan terhadap intimidasi yang dilakukan oleh pembina asrama, dengan menyebutnya peraturan itu ada pembusukan konteks humanisme (tidak memanusiakan manusia).

    Terlebih lagi di Asrama Unand dihuni oleh mahasiswa/i KIP-K yang butuh sangat dengan yang namanya uang. Sebenarnya revolusi bukan pilihan yang tepat dikarenakan ada manfaat dari peraturan tersebut yaitu menjaga keamanan \setiap langkah dan perjalanan mahasiswi. Bukan peraturannya yang direvolusi akan tetapi, tindakan yang dilakukan yang patut dibenahi.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here