More

    Nalar yang Hilang: Pengguntingan Celana di Asrama Unand yang Menuai Polemik

    4. Mengesampingkan kepentingan pribadi 

    Nah ini salah satu poin terpenting untuk menuju ke tingkat kebijaksanaan, dengan mengesampingkan kepentingan pribadi  maka kita akan mudah melihat prespektif orang lain sehingga munculnya kebijaksanaan, sejatinya di era post truth kebenaran berada di dalam kebenaran itu sendiri, saya menganggap anda benar, dikarenakan saya mencintai anda (kepentingan pribadi).

    5. Jangan terlalu bebas 

    - Advertisement -

    Kebanyakan mahasiswa/i lupa akan poin ini. Mereka bicara tentang kebebasan tapi tidak tahu parameter kebebasan itu seperti apa,kebebasan bisa dikatakan kebebasan ketika mampu dipertanggung jawabkan, Terlalu bebas mahasiswa/i akan merasakan ketidak adanya perkembangan dalam diri mereka dikarenakan tidak adanya yang ditakuti (aturan). Jadi penawaran dalam penjabaran ini lebih baik kebebasan yang dikuti aturan, dengan alasan kebebasan itu bisa membelenggu. Kita semua ingin bebas,tidak mau diikat,dan tidak mau diatur akhirnya kita akan menjadi budak dari kebebasan itu sendiri, kita selalu berteriak “harus bebas”! Dan pada akhirnya kita terbelenggu oleh kebebasan itu sendiri.

    6. Jangan merugikan orang lain 

    Terkadang kita lupa akan fungsi kita sebagai manusia, lupa akan memanusiakan manusia yang lainya, Sejatinya Segala bentuk penindasan, merugikan,maupun pengguntingan,tidak pernah dibenarkan dalam konteks apapun, itu merupakan penyelewengan dalam berkuasa dan melawan konteks humanisme.

    7. Hargai aturan di mana kita berada Falsafah orang Minang pernah berkata “dimano langik dipijak, di situ langik dijunjuang” dengan artian setiap tempat, setiap adanya masyarakat pasti ada aturan, ketika kita sudah meratifikasi akan mengikuti aturan yang berada di kawasan itu, kita wajib mamatuhi aturan tersebut, ketika kita melanggar pasti ada konsekuensi dalam setiap tindakan,tentunya konsekuensi masih dalam ranah tidak merugikan,penindasan, maupun pengguntingan. Itu merupakan wujud dari aturan yang menjadi pedoman, yang harus kita hargai bersama dalam bingkai toleransi yang sesungguhnya.

    Dan dari penjabaran penulis di atas besar harapan agar mahasiswa/i menggunakan dan merawat nalarnya dalam memandang realitas dan kronologi yang terjadi dalam sebuah isu, sehingga munculnya kebijaksanaan dalam diri mahasiswa/i dengan tidak bergerak dan menyimpulkan sebuah isu secara radikal, semoga dengan adanya kejadian tersebut kita bisa berbenah untuk masa depan yang lebih bijaksana.

    *Penulis adalah mahasiswa Hubungan Internasional, Fisip, Unand.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here