More

    Nalar yang Hilang: Pengguntingan Celana di Asrama Unand yang Menuai Polemik

    Setelah kejadian tersebut Asrama Unand mengalami kematian self-awareness. Kematian yang dimaksud di sini bukan kematian secara umum yang dipahami sebagai berhentinya proses kehidupan, berhentinya organisme-organisme tubuh, sama dengan kematian pada makhluk lain akan tetapi, kematian bisa pula dimaknai dengan kehilangan kemampuan berkesadaran, kematian juga bisa dipahami dengan lenyapnya self-awareness (kesadaran diri). Melalui kasus itu banyak peraturan yang tidak diindahkan bahkan tidak ada sama sekalipun. Bisa dikatakan peraturan di asrama mati, dikarenakan sebagian kelompok memanfaatkan kasus tersebut sebagai alat untuk kepentingan pribadi dalam memenuhi hasrat kebebasan tanpa aturan, dikarenakan manusia selalu merengek kepada nilai kebebasan.

    Hasrat memliki kecenderungan dalam kebebasan, karena minatnya hanya pada “aku” hasrat cenderung tidak peduli dengan keadaan sosial yang melingkupinya,tidak ada lagi norma-norma sosial yang menjadi rujukan, tidak ada lagi hati nurani bagi sesama, dan tidak ada lagi kepedulian kepada lingkungan, tetapi manusia harus tetap berjalan dengan koridornya sebagai makhluk sosial dengan berbagai hasrat yang menjadi landasannya.

    Karena hasrat mendorong dalam kemajuan peradaban, tanpa hasrat peradaban manusia tidak akan pernah maju, dikarenakan hasrat sebuah mesin utama perubahan sosial dan kebudayaan. Yang menjadi persoalan bagaimana cara memisahkan hasrat baik dan buruk, sebisa mungkin untuk membatasi hasrat, membedakan kebutuhan dan keinginan, karena tidak semua dorongan dapat dipenuhi, pada dunia yang dipenuhi hasrat inilah seni untuk mengatur hasrat dibutuhkan. Setelah intimidasi tersebut Asrama Unand terasa dingin dan mati tanpa kehidupan maupun esensi, di setiap program yang dibuat untuk mengasah keterampilan, sedikit partisipasi akan mengikuti acara yang diangkat, bahkan bisa dikatakan tidak ada.

    - Advertisement -

    Dengan situasi yang dijabarkan di atas maka pertanyaan mendasar yang hadir adalah bagaimana menjadi dewasa dalam melihat dan merasa, sehingga tidak munculnya kegagapan dalam melihat realitas maupun konteks yang terjadi dengan tidak mengesampingkan cara berpikir dan mengambil tindakan yang bijaksana tersebut? Berikut beberapa solusinya,

    1. Memahami konteks yang yang terjadi 

    Sebuah cara yang sangat Fundamental bagi Mahasiswa/i dalam memahami sebuah isu, kita teramat sangat teliti dalam memahami sebuah isu dan permasalahan yang diamatinya Sebagai bentuk dari merawat nalar agar tidak terjadi kedangkalan cara berpikir, memang sudah seharusnya bagi mahasiswa/i untuk tidak terprovokasi oleh sebuah polemik atau kejadian yang kejelasan dan pertanggung jawaban terhadap isu tersebut juga belum dapat divalidasi.

    2. Mencari realita dan kronologi yang benar terjadi terkait sebuah isu, Point ini sangat teramat penting diterapkan bagi mahasiswa/i  bisa juga melihat pendapat para ahli maupun bertukar pikiran dengan orang lain, Supaya tidak salah memahami dalam menangkap isu yang beredar dan realitas isu yang terjadi.

    3. Mengesampingkan memberi pandangan dan menghakimi terhadap hal yang tidak jelas realitasnya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.

    Sebagai mahasiswa/i yang sudah digelari oleh kata “Maha” dan dibanggakan dengan sebutan kaum intelektual, seharusnya tidak berpikir seperti siswa lagi dengan tidak memberikan pandangan dengan literasi dan pengamatan yang terbatas. banyak di antara mahasiswa/i tidak paham akan hal itu, mereka melihat,merasa,dan mengamati, tapi kebanyakan membuat kesimpulan yang radikal dikarenakan acuh terhadap kepentingan pribadi dan hal yang terpikirkan yang penting ada benefit dari gerakan tersebut.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here