Palestina, adalah salah satu dari proyek kapitalisme dan kolonialisme Barat yang dimulai sejak tahun 1800-an dan berlanjut hingga hari ini. Palestina masih berada dalam kolonialisme fisik (mengalami pendudukan, pengusiran, pembunuhan oleh settler colonial Israel), sedangkan negara-negara lain di dunia sudah merdeka, namun masih dalam kondisi terjajah secara ekonomi dan politik.
Dalam kondisi tertindas, pilihan perlawanan itu adalah hak asasi manusia. Bila para pemikir dan politisi liberal Barat konsisten dengan nilai dasar liberalisme, yaitu “kebebasan”, bukankah seharusnya mereka menghormati pilihan bangsa-bangsa untuk meraih hak kebebasan mereka? Seperti disampaikan oleh Dr. Tim Anderson dalam konferensi ini, “Ketika manusia dianggap punya hak-hak tertentu, berarti dia juga berhak untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak itu.”
Dalam Piagam PBB disebutkan bahwa tujuan didirikannya PBB adalah -antara lain- “Mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan penghormatan terhadap prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri bangsa-bangsa…” Penentuan nasib sendiri (self-determination) suatu bangsa adalah hak yang diakui PBB. Bangsa yang terjajah, baik secara ekonomi-politik, ataupun terjajah secara fisik, seperti yang dialami oleh bangsa Palestina, berhak untuk menentukan nasibnya sendiri. Dan sudah pasti, nasib yang diinginkan setiap bangsa adalah kemerdekaan. Oleh karenanya, perlawanan, dan pemilihan cara untuk melawan, juga merupakan hak asasi setiap bangsa.
Kabar baiknya, sebagaimana diungkapkan dalam diskusi di konferensi “Pertemuan Global untuk Mendukung Pilihan Perlawanan” ini, kekuatan kapitalisme Anglo-Saxon (AS, Inggris, dan Eropa Barat) kini sedang menghela napas tuanya dengan terengah-engah. Selama ratusan tahun, mereka (yang juga diistilahkan dengan “Imperium”) telah menjajah berbagai penjuru dunia, lalu menginvasi negara-negara merdeka yang pemimpinnya tak mau tunduk, membunuh dengan senjata-senjata hasil teknologi terbaru mereka, menjarah sumber daya alam, serta menciptakan kemiskinan dan penderitaan menyakitkan terhadap miliaran orang di muka bumi. Korban Imperium tersebar di berbagai benua, mulai Timur Tengah, Asia, Amerika Latin, Karibia, hingga Afrika. Namun bangsa-bangsa tertindas, dari berbagai benua, suku bangsa, dan agama, tak pernah berhenti melawan. Konsistensi perlawanan itu akan terus mengikis kekuatan kapitalisme global itu. Dunia hari ini menyaksikan pergeseran geopolitik global yang menunjukkan kekuatan Imperium semakin melemah. Diperkirakan, tidak lama lagi tibalah masa dimana bangsa-bangsa tertindas akan merdeka sepenuhnya.
*Penulis adalah dosen HI FISIP Universitas Padjadjaran dan Direktur ICMES (Indonesia Center for Middle East Studies)