Oleh: Muhammad Fikri Rafi Dartaman*
16 September 2023 lalu, secarik berita dari Suara Mahasiswa UI berjudul “Awas Bibit Koruptor, Cerita Penggelapan Dana LPJ di Ormawa UI” muncul secara semantik di laman instagram saya. Berita tersebut sontak menjadikan diri saya mematung beberapa saat, fokus membaca kata demi kata sembari menelan ludah 1-2 kali. Kaget diri ini rasanya ketika membaca judul berita yang terpampang di depan mata. Satu katapun sontak keluar dari mulut: “miris”. Terlebih, ketika mengetahui pengakuan dari salah satu narasumber yang menceritakan penggelapan dana tersebut dilakukan secara beramai-ramai oleh panitia dan dibiarkan begitu saja oleh yang mengetahui kejadian tersebut, mual rasanya. Saya pun menghela nafas, menggeleng kepala terheran-heran. Bagaimana tidak? Di sini, tampak jelas, pejabat Ormawa atau Organisasi Mahasiswa tersebut tak lagi menunjukan sikap normatif, tak ada lagi beban untuk mereka menonjolkan wajah baik secara terus menerus di depan khalayak. Namun yang lebih parah dari itu, adalah bagaimana budaya korupsi di Ormawa ternyata sudah dinormalisasi dan berjalan dengan mudahnya. Ah sudahlah.
Apabila ditarik ke belakang berdasarkan riwayat waktu, apa yang ada dalam berita tersebut sesungguhnya bukanlah cerita baru. Beberapa media, baik media kampus ataupun media nasional sebenarnya pernah mengangkat fenomena ini sebelumnya[1], bahkan penelitian terkait ini pun pernah dilakukan[2]. Walaupun, sayang, tak banyak perhatian datang terhadapnya, alhasil tak ada tindak lanjut secara serius dalam menangani fenomena ini oleh siapapun. Selain penggelapan dana dan pembuatan nota fiktif, ada juga pembuatan proposal fiktif, pungutan dana liar terhadap mahasiswa, dan modus-modus penipuan lainnya yang ditunjukkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Banyak perilaku ini lolos dari pemantauan pihak kampus. Di lain sisi, para punggawa-punggawa ini masih ada dalam sematan ‘moral force’nya, atau sematan lainnya yang memposisikan mereka sebagai manusia super dan sebagai saviour di tengah hiruk pikuk mahasiswa yang sudah banyak yang enggan untuk mengabdi secara sukarela.
Kampus sebagai Miniatur Negara
Sebenarnya, apa yang seringkali terlabel kepada para punggawa-punggawa organisasi mahasiswa ini jika dilirik secara bersamaan seringkali juga dilabelkan terhadap elit-elit negara yang pendapatan resmi mereka seringkali digambarkan kecil. Dengan pola yang mirip-mirip, tak heran apabila ada yang menyebut Ormawa adalah manifestasi dari bentuk negara-negaraan. Ormawa seolah menjadi playground atau tempat simulasi dalam bernegara, sebelum pada akhirnya sebagian para fungsionaris Ormawa–yang tak sedikit– ini melanjutkan di ranah riil dalam bernegara.
Pada umumnya, di setiap kampus–walaupun masing-masing memiliki coraknya sendiri–fungsi organisasi mahasiswa tersistemasi menjadi: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dari ketiga fungsi ini, fungsi eksekutif lah yang paling tersorot khalayak, mereka hidup dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (HIMA), Komunitas, Badan Otonom, dan kepanitiaan kampus sejenis. Hal ini dapat dilihat dari program-program kerja mereka yang termanifestasi sebagai acara-acara besar di kampus. Dari acara kesenian, olahraga, keilmuan, sampai pada aksi-aksi besar yang menuntut negara. Ini semua dirancang dan dijalankan oleh birokrat-birokrat eksekutif sejak pertama kali mereka dilantik. Pendanaan dari kegiatan-kegiatan ini datang dari beragam sumber, mulai dari sponsor kegiatan, kemahasiswaan kampus, hingga sampai dari usaha mahasiswa yang ada dalam organisasi itu sendiri. Bisa dari rogohan kantongnya, bisa juga dari usaha penggalangan dana yang dilakukan dengan meminta sumbangan atau berjualan yang dijalankan oleh staf-staf mahasiswa baru yang terlibat dengan tujuan pengalaman. Walaupun sumber pendanannya tentu berbeda dari negara, akan tetapi alur pengajuannya dapat dikatakan serupa, diawali dengan pengajuaan rancangan proposal, pemberlakuan pengawasan ketika acara berjalan, dan diakhiri dengan pelampiran laporan pertanggung jawaban, di mana hal ini nantinya melibatkan Ormawa Legislatif dan Kemahasiswaan Kampus.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>