Bergeser ke Afrika, Ibnu Batutah menjadi seorang penjelajah lintas budaya lainnya. Semula cendekiawan muslim ini menapaki perjalanannya dari kota Tangier, Maroko untuk melaksanakan haji ke Mekkah. Alih-alih menjadi Qadhi atau hakim seperti yang diminta keluarganya, hatinya tertambat untuk berkelana ke berbagai negeri. Menyaksikan alam laksana sebagai kalam Tuhan yang terbentang, melihat aneka ragam kultur dan suku bangsa.
Petualangannya itu terkisah dalam buku berjudul ‘Rihlah’ yang bermakna ‘Perjalanan.’ Buku itu ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis kesultanan Maroko. Kekagumannya atas petualangan Ibnu Batutah mendorongnya untuk mengabadikannya lewat tulisan.
Petualangan Ibnu Batutah itu menempuh jarak sekitar 75.000 mil. Melintasi Afrika Utara, Timur Tengah, Tiongkok, hingga Tanah Nusantara. Lebih dari 40 negara dikunjungi dalam rentang waktu 29 tahun. Ia menjumpai dari mulai suku nomaden hingga sultan dengan istana mewah. Tak kurang dari tujuh raja dijumpai oleh Ibnu Batutah dalam petualangannya ini.
Dalam perjalanannya Ibnu Batutah pernah menjadi hakim sebuah kerajaan. Juga pernah terdampar kelaparan karena dihajar pemberontak di kawasan India. Itu semua menjadi bagian dari suka dukanya berpetualang. Tetapi kesan lainnya adalah potret negeri-negeri muslim. Sesuatu yang menjadi rujukan tentang dunia Islam di abad 14 bagi dunia internasional. Kisah Ibnu Batutah bagaikan ensiklopedia tentang peradaban Islam kala itu.
Kondisi dunia muslim kala itu, sehabis ditaklukkan bangsa Mongol. Kesultanan Abbasiyah yang termasyhur kandas diterjang Hulagu Khan. Keterpukulan dunia Islam menjadi konteks yang mengiringi kisah Ibnu Batutah.
Dalam pengembaraannya yang melintasi negeri-negeri muslim. Nilai-nilai Islam yang menganjurkan untuk memuliakan tamu menjadi pondasi bangunan sosial. Ajaran itu melingkupi menyajikan jejamuan hingga memberikan perbekalan untuk perjalanan selanjutnya bagi musafir seperti Ibnu Batutah. Hal ini menjadi sesuatu yang jarang terlihat dalam kehidupan modern saat ini. Alih-alih memuliakan tamu, karena pemilu tenun sosial dan keharmonisan bertetangga rusak hanya karena politik lima tahunan.
Ajaran memuliakan tamu dan spirit membangun masyarakat madani ini yang membuat dunia Islam kendatipun mengalami kekalahan traumatis dari pasukan Mongol, tetap memiliki basis sosial yang kuat. Basis sosial yang memungkinkan orang hebat seperti Ibnu Batutah terlahir. Ajaran memuliakan tamu ini banyak membantu petualangan Ibnu Batutah.
Potret militansi keagamaan yang konstruktif ini yang diperlukan untuk membangun peradaban. Ini berlaku lintas agama.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>