
Di Harvard, momen wisuda yang seharusnya menjadi simbol pencapaian akademik justru diubah mahasiswa menjadi panggung moral, ketika ratusan dari mereka meneriakkan “Free, Free Palestine” sambil mengibarkan bendera Palestina sebagai seruan kolektif bahwa mereka menolak menjadi generasi yang diam terhadap genosida. Aksi ini memicu reaksi keras dari Presiden Donald Trump, yang menyebut Harvard sebagai “a disgrace,” menuduhnya menyebarkan antisemitisme, dan membekukan dana federal senilai $2,2 miliar, termasuk hibah serta kontrak penelitian, bahkan menginstruksikan IRS untuk meninjau status bebas pajak universitas tersebut.
Ironisnya, mengibarkan bendera keadilan dianggap lebih berbahaya daripada menjual senjata ke rezim penjajah. Meski dihadapkan pada tekanan politik, Harvard menolak tunduk, mempertahankan kebebasan akademik, serta menentang intervensi pemerintah melalui jalur hukum. Peristiwa ini mencerminkan ketegangan tajam antara kebebasan akademik dan represi negara, sekaligus menegaskan bahwa mahasiswa di berbagai penjuru dunia terus menggunakan ruang-ruang akademik untuk menyuarakan solidaritas terhadap Palestina.
Tak berhenti di situ, pemerintah AS bahkan mulai memeriksa secara ketat aktivitas media sosial para pemohon visa, terutama mereka yang pernah mengunjungi wilayah Gaza atau berasal dari Timur Tengah. Menurut laporan Reuters (18 April 2025), Departemen Luar Negeri AS menginstruksikan agar setiap unggahan media sosial pemohon visa terutama yang mengandung dukungan terhadap Palestina disaring dan dianalisis secara mendalam. Jika ditemukan konten yang dianggap “mengganggu keamanan nasional”, visa bisa langsung ditolak atau bahkan dicabut.
Lebih lanjut, New York Magazine dan Axios mengungkapkan bahwa lebih dari 1.500 visa mahasiswa internasional telah dicabut sejak awal 2025. Banyak di antaranya berasal dari universitas terkemuka seperti Georgetown dan George Mason, yang menyatakan kehilangan sejumlah besar mahasiswa internasional karena visa mereka ditolak atau dibatalkan tanpa alasan jelas, diduga akibat aktivitas digital mereka yang menunjukkan solidaritas terhadap Palestina.
Kebijakan ini menuai kritik keras dari berbagai organisasi hak asasi manusia. American Civil Liberties Union (ACLU), bersama beberapa lembaga hukum lainnya, menggugat kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai bentuk “pembungkaman ekspresi politik yang sah dan damai”, serta pelanggaran serius terhadap hak sipil dan kebebasan akademik mahasiswa asing. Mereka menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina bukanlah ancaman, melainkan hak menyatakan pendapat yang dijamin oleh hukum internasional dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>







Berjuang untuk Palestina bisa dengan cara apa saja. Mantap Latifah. Free Palestine
1. Ketika dunia kampus terbakar oleh nurani yang tak bisa lagi diam, mahasiswa bangkit membawa suara perlawanan, sementara pemerintah memilih bungkam dalam diam yang memekakkan.
2. Mahasiswa bangkit, dan pemerintah masih membungkam suara yang menuntut keadilan.
3. Dunia kampus kini bukan lagi tempat sunyi; nurani mahasiswa telah membakar dinding-dinding diam, menyalakan perlawanan, namun pemerintah tetap bungkam seolah tak terjadi apa-apa.
4. Ketika nurani mahasiswa membakar dunia kampus, menyulut semangat perubahan, yang terdengar hanya keheningan dingin dari pemerintah yang enggan mendengar.
5. Di tengah kobaran nurani di dunia kampus, mahasiswa memilih bangkit, tapi pemerintah tetap bungkam, menolak membaca tanda-tanda zaman.
Jaya Palestina!Mampus Amerika! Mampus Israel
Bila dunia Kampus Terbakar Nurani san dengan membakar madrasah semesta
Hati nurani yang luasnya antar langit dan bumi, tak ada yang dapat menandingi
telah tiba saatnya tirani akan diremas hingga tak menyerupai, alias…..
Innalillahi.
semoga, terbangun semua manusia kampus di indonesia untuk bersama mereka memanusiawikan kemanusiaan melawan tirani imperialis kolonialis yang dimotori entitas palsu zionis dan setan besar amerika.
Panjang Umur Palestina
Kebungkaman pemerintah terhadap kejadian genozida yang nyata terhadap rakyat Palestina membuat mahasiswa (Pemuda) geram sehingga membuka hati nurani mereka untuk melakukan kiritikan, protes dan melakukan perlawanan terhadap penjajahan rezim zionis israel yg diprakarsain PM Benyamin Netanyahu & Amerika Serikat terhadap rakyat Palestina.
Benyamin Netanyahu adalah penjahat perang, Teroris Dunia banyak korbany berjatuhan di gaza korbanya adalah anak-anak, wanita, wartawan, tenaga medis, rumah dirobohkan, rumah sakit dihancurkan, sekolah-sekolah & pengungsian dibom inilah kejahatan perang yg dilakukan benyamin Setan Nyahu perlu dibawa ke mahkama Internasional Untuk dihukum atas kejahatan yg biadab dilakukannya.
Ketika solidaritas dibungkam dan keberpihakan pada yang tertindas dianggap ancaman, kita patut bertanya: demokrasi milik siapa?
Perjuangannya Mahasiswa dan Mahasiswi kampus melawan Penjajahan Israel ibarat angin yang berhembus menghancurkan rumah. Angin simbol dari semangat mahasiswa dan mahasiswi sedangkan rumah yang hancur simbol dari mental Israel yang semakin hancur akibat perlawanan dan dukungan dari mahasiswa dan mahasiswi. Free Palestina
Ketika ruang kekuasaan kehilangan nurani, mahasiswa menjadi suara hati dunia. Mereka tidak hanya mengangkat poster, tapi memikul beban kemanusiaan yang diabaikan elite global. Jika membela yang tertindas dianggap subversif, maka mungkin saatnya kita bertanya: demokrasi siapa yang sedang dijaga?
Test
Saat semua orang sudah membuka mata tentang Palestine, saat itulah imperialisme mampu diruntuhkan seruntuh-runtuhnya. Saat semua sadar, saat itulah rezim jahat akan runtuh.
Kita tidak bisa meminta bantuan dengan mengandalkan kekuasaan para penguasa tiran untuk membela Palestina. Para pembela kebenaran dan keadilan harus bergerak dalam komunitas yang lebih terorganisir untuk membela Palestina
Gerakan peduli perjuangan Rakyat Palestina menyebar kesemua penjuru elemen yang tidak ingin terjadinya Kedzoliman. Pemerintah yang bungkam tidak bisa dijadikan alasan untuk kita berdiam diri melihat penindasan manusia terhadap manusia lainnya.
Palestina Merdeka….!!!
Pembelaan terhadap palestiana harus tetap diperjuangkan sampai kemerdekaan palestina tetap diraih
Panggung moral justru di peragakan oleh mahasiswa-mahasiswa di kampus ternama dunia ketika sebagian besar dunia diam.
empati kita terhadap kezaliman di Palestina tak perlu menjadi muslim atau pun rahib. Siapapun yang masih memiliki rasa kemanusiaan akan tercabik-cabik melihat penderitaan sesama manusia. Apalagi sesama muslim adalah satu kesatuan tak terpisahkan.
Sangat disayangkan mendengar ada kampus yang membatasi kebebasan suara para mahasiswa yang membela Palestina. Bukankah kampus itu harusnya menjadi tempat yang bebas dari politik. Mengapa para mahasiswa yang bersuara untuk Palestina malah dibungkam.
Mahasiswa yang memang benar-benar menggunakan akal pikiran nya adalah yang memang memahami apa yang sedang terjadi di Palestina sekarang ini bukanlah perang melainkan PEMBANTAIAN.. Dan selayaknya seorang manusia yang mempunyai nurani kemanusiaan tentu saja akan bersuara, karena jalan pikiran bisa menjadi senjata bagi orang-orang yang mengaku manusia tetapi pura-pura buta dan tuli mengetahui apa yang terjadi di Palestina.
kesadaran kolektif masih menjadi hal yang lemah pada kondisi hari ini, birokrasi pemerintah khususnya daerah yg masih sibuk dengan luka lama pasca pilkada, tentu ini tidak boleh terus berlansung, mahasiswa sebagai ujung tombak penerobos perubahan, sehingga seluruh komponen masyarakat serta pemerintah berfikir tentang Palestina, serta terus meningkatkan kepedulian nilai-nilai kemanusiaan
Rakyat yang telah tumbuh kesadarannya tentu akan tampil menyuarakan pembelaannya atas derita Palestina. Itulah awal sebuah perubahan besar, perubahan yang akan menghasilkan kemenangan, kemerdekaan. Suara rakyat muncul di kampus-kampus di hampir seluruh penjuru dunia. Mereka tampil dengan gema yang sama, yaitu ‘STOP GENOSIDA’. Bagaimana dengan pemerintah? Ah mereka butuh belajar dari rakyatnya.
Banyak mahasiswa dari berbagai belahan dunia berjuang, tetapi dibungkap pemerintah. Mereka berkorban waktu, materi, dan bahkan nyawa. Saya malu, sebagai mahasiswa dari universitas yang menyandang nama NU, dan Imam Ghazali, kampus yang didirikan di lingkungan pesantren, tetapi mahasiswa dan dosennya tak melirik isu palestina. Organisasi pergerakan mahsiswa pun diam, mereka hanya mengurus masalah kampus, masalah yang berkaitan dengan diri sendiri. Sungguh egois. Saya miris, melihat teman-teman sendiri makan dan minum dari produk yang pro palestina. Mereka sebatas peduli, tapi tak menghiraukan seruan membela palestina.
ralat.. makan minum produk pro israel maksudnya
Hati nurani mahasiswa selalu bergejolak dalam melihat penderitaan rakyat palestina. Mereka tidak akan pernah diam dan tenang hingga Palestina merdeka. Dari segala penjuru dunia selalu membela palestina untuk meredam kekejaman, kekerasan keoada manusia. Mahasiswa lah sebagai penerus yang akan melanjutkan perjuangan palestina
Para mahasiswa Masih punya hati nurani dan bebas berpendapat, hati dan jiwa mereka masih bersih tidak punya kepentingan politik sedangkan pemerintah mempunyai kepentingan politik mereka menutup hati, mata dan telinga mereka atas penderitaan palestina
Aksi-aksi heroik mahasiswa di luar sana seringkali membuat diri ini malu. Merasa sangat jauh dari rasa peduli alih-alih berani bersuara keras dan tegas.
Palestina adalah tema kemanusiaan. Sehingga semua orang yg mempunyai akal sehat, faham sejarah, mau membuka wacana akan faham bahwa ada ketidakadilan dn kejahatan di Palestina yg terjadi bertahun2. Saat ini kondisi Palestina sdh sangat melukai akal dn psikis masyarakat bumi, bahkan multi efeknya juga kena dimana2 (ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dll)
Bila banyak pemerintah (negara) bisa dimaklumi karena para manusia yg atasnama negara, terikat oleh kepentingan. Kepentingan yg mengalahkan akal dn nurani sehat. Hai orang2 berakal siapapun kita….mari berjuang bersama!!
Salut sama Mahasiswanya, teruslah berjuang anak muda
Yg kita lawan adalah sistem,
Harus memang butuh perjuangan panjang
Bungkamnya pemerintah itu sudah pasti, bamun semangat juang jangan kendor, itulah tantangan kita
Sudah seharusnya ilmu yang dituntut para sarjana berpendidikan ditujukan untuk PENGABDIAN KEPADA KEMANUSIAAN. Bangga dengan para akademisi apalagi mahasiswa yang memberikan jiwa pada rutinitas sistem akademik yang semakin kosong, diracuni materialisme, kapitalisme. bahkan sistem akademis saat ini secara global mengalami soft kolonialisme. Karya2 akademik saat ini Dicambuk dgn motif sertifikasi, gelar, kekayaan semata.
Palestina benar2 anugrah, inspirasi nurani untuk menjiwai ruang2 kosong kehidupan..
Malu, betapa malu melihat apa yang telah aku lakukan terhadap pembelaan kepada Palestina. Universitas-universitas di Negara Barat, Harvard misalnya yang aku penah tahu ternyata memiliki mahasiswa yang militan akan pembelaannya kepada perjuangan palestina. Mereka menyadari resiko apa yang akan mereka alami dengan melakukan demonstrasi untuk Palestina, tetapi mereka tak gentar dan tetap menyuarakan genosida yang telah dilakukan zionis israel untuk rakyat Palestina. Mereka sampai di tangkap bahkan mungkin akan di DO dari kampus ternama. yang mereka suarakan sejatinya aku juga telah mengetahuinya, tetapi kenapa keberanian itu berbeda? sekali lagi aku merasa malu.
Inkonsistensi pemerintah Amerika dan sekutu nya terhadap keadilan, hingga mengintervensi kedaulatan sebuah kampus.