Bapak Arsitek Republik Turkiye Modern
Mustafa Kemal Atatürk adalah seorang jenderal, pemimpin revolusi, sekaligus negarawan yang dikenal mengubah wajah Turkiye setelah keruntuhan Kekaisaran Ottoman. Ia bukan hanya menghapus sistem monarki absolut di era Ottoman, melainkan membentuk negara baru dari dasar, dengan gagasan modernisasi dan sekularisme sebagai pondasinya.
Atatürk melihat modernisasi bukan sebagai pilihan, tapi keharusan. Ia meyakini bahwa Turkiye hanya bisa bertahan di tengah dunia yang berubah jika negara dan rakyatnya bergerak ke arah rasionalitas, ilmu pengetahuan, dan pemerintahan modern.
Reformasi Ataturk ini berhasil menciptakan Turkiye menjadi negara kuat, sistem pendidikan rasional, dan kedudukan perempuan yang lebih maju. Reformasi yang paling kentara adalah soal bahasa dan huruf. Huruf Arab diganti dengan alfabet Latin.
Ini adalah langkah radikal yang bertujuan meningkatkan literasi dan keterhubungan dengan dunia Barat. Pada era sebelum Ataturk, Turkiye sendiri menggunakan bahasa Arab dalam kesehariannya. Namun di era sekarang, bahasa itu tetap dipelajari mahasiswa-mahasiswi di semester pertama.
“Di sini sudah menggunakan bahasa latin semua. Tapi di jurusan ilahiyat aku sendiri, di semester satu itu wajib belajar bahasa namanya Osmanlica kaya Arab Melayu lagi. Jadi kita harus bisa membaca Bahasa Arab itu dengan bacaan Turki sendiri. Masih dibudayakan gitu. Dan sejarah-sejarah Ataturk itu masih ada matkulnya, di semester satu dan dua,” papar Wardah.
Namun Ataturk juga menciptakan jarak antara negara dan sebagian rakyatnya. Terutama mereka yang merasa kehilangan ruang untuk mengekspresikan keyakinan tradisional Arab mereka. Seperti yang dipaparkan Wardah mengenai adzan zaman Ataturk harus menggunakan bahasa Turkiye.
Hal itu masih diyakini juga oleh para pendukung Ataturk. Namun dalam hal ini, Wardah menceritakan bahwa jika shalat masih menggunakan bahasa Arab. “Kalo Imam itu masih pake bahasa Arab yah. Tapi kalo adzan itu lebih umum dan terdengar jadi menggunakan Bahasa Turki (era Ataturk),” tuturnya.
Begitu pun dengan reformasi hak-hak perempuan yang sebagian merasakan kehilangan ekspresi keyakinan tradisionalnya. Di era Ataturk, meskipun perempuan diberi hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu, namun ada larangan perempuan menggunakan kerudung pada era itu.
Lalu pada 2003, Erdogan muncul dari akar politik Islam dan membawa Turkiye ke arah yang sangat berbeda dari warisan Ataturk. Erdogan lebih percaya bahwa modernitas tidak harus mengorbankan identitas.
Cara Erdogan Membangun Identitas Bangsa Religius
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






