More

    Mencari Eksistensi Bermakna di Tengah Zaman yang Disrupsi

    Filsafat menjadi Koentji

    Filsafat sebagai ilmu yang dicap terlalu mengawang-ngawang dalam dunia yang mekanistik bahkan fakultasnya sendiri masuk ke dalam kategori penyumbang pengangguran karena tidak terlalu dilirik oleh mekanisme kapitalistik sebenarnya dapat menjadi solusi untuk menyelamatkan eksistensi manusia dari ancaman disrupsi.

    Namun sayangnya pembudayaan filsafat cenderung dipinggirkan bahkan oleh penguasa di balik ancaman setidaknya ada beberapa asumsi kenapa penguasa anti terhadap filsafat  karena sifat dasar dari filsafat yang kritis, radikal, dan suka mempertanyakan asumsi fundamental—termasuk legitimasi kekuasaan, struktur sosial, serta kebenaran yang dipegang rezim sangat mengancam kekuasaan. 

    - Advertisement -

    Apalagi, Filsafat berpotensi membongkar klaim otoritas, mengkaji ulang nilai-nilai yang berlaku, dan berpotensi membangkitkan kesadaran kritis masyarakat, sehingga dianggap subversif dan mengancam stabilitas kekuasaan yang ingin mempertahankan status quo. Di sisi lain, orientasi kekuasaan yang pragmatis yang fokus pada kontrol, efisiensi, dan kepatuhan seringkali berbenturan dengan watak filsafat yang reflektif, spekulatif, dan mendorong pemikiran mandiri. 

    Alhasil, penguasa, terutama yang otoriter, cenderung mencurigai atau membatasi ruang filsafat demi mencegah gagasan yang dapat menggoyang fondasi kekuasaannya, meskipun ironisnya, pemikiran filosofis justru dapat memperkuat tata kelola yang adil dan berkelanjutan. 

    Dalam konteks sumber daya manusia juga terutama pada level pendidikan, filsafat juga dianggap sulit dipahami apalagi ketika masuk kepembahasan logika. Sebenarnya bukan ilmu logikanya yang sulit, tapi pada bagaimana ilmu logika itu sendiri disampaikan secara tepat dan tidak membosankan. 

    Lalu kembali pada persoalan bagaimana filsafat dapat membongkar ancaman disrupsi terhadap eksistensi ini, yang pertama kita perlu memahami tiga aliran filsafat yang dari ketiganya memberikan solusi untuk mengatasi disrupsi terhadap eksistensi kita. 

    Pada aliran pertama, Filsafat melihat segala sumber masalah itu berasal dari diri sendiri. karena itu, penyelesaiannya pun hanya melalui perbaikan diri. Dalam konteks ini, ancaman terhadap eksistensi manusia perlu diatasi melalui transformasi internal—penguasaan hawa nafsu, pencerahan budi, dan penemuan ‘diri sejati’. 

    Pada Aliran filsafat yang pertama ini, kita menekankan bahwa kekacauan eksternal berakar pada kegagalan manusia memahami hakikatnya, mengendalikan keserakahan, atau lalai menjalankan kewajiban moral. Dengan demikian, solusi tertinggi bukan pada revolusi politik atau rekayasa sistem, melainkan pada disiplin rohani, etika individu, dan kesadaran transenden. sebuah pendekatan yang justru sering diabaikan penguasa karena dianggap tidak langsung menyelesaikan krisis praktis. 

    Pada aliran Kedua..

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here