Ahmad Fauzan
Ed Zoelverdi terkulai lemas, dua jarum infus menempel di tangannya, matanya terpejam, berusaha membuka mata ketika Dodo temannya dari Tempo memperkenalkan diri. Butuh waktu lama Ed mengingat, namun perlahan Ed menyebutkan nama temannya itu.
Sudah 4 hari Ed terkulai di rumahnya. Minggu, 20 November, pukul 11 siang, Ed tak sadarkan diri dan harus dibawa ke rumah sakit. Tanggal 16 November pagi, Ed yang 2 November lalu operasi katarak harus memeriksakan matanya ke Jakarta Eye Center, namun tiba-tiba tangan kirinya tidak bisa diangkat. Kemudian ia terjongkok, kakinya tak kuat menyanggah badan.
Pada bulan September Ed mulai batuk batuk, dan mengeluarkan cairan pink, kemudian agak hitam, dan darah segar.
Ia tetap bertahan di rumah. Ed tidak percaya kepada dokter. Tiga tahun lalu, ia harus marah kepada rumah sakit, karena istrinya harus menelan 11 macam obat, yang kemudian istrinya, Farida meninggal karena ginjalnya tidak berfungsi.
Di kamar rumah setiap ada tamu yang datang, Ed berusaha menggerakkan jarinya. Tanda bahwa ia menyapa tamunya. Namun makin siang ia makin tak kuat sekedar berbicara atau membuka mulut. Ketika beberapa temannya yang meminta izin untuk pulang, ia membuka matanya, namun tanpa berkedip.
Dikamar ia ditemani istrinya Nur, berulangkali Nur mencoba mengelap darah dari mulut Ed. Menurut Nur, Ed Sudah dironsen dan terindikasi terkena kanker paru-paru pada September lalu.
Nur mengungkapkan Dr. Widodo yang merawat Ed di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta mengatakan, Ed terkena sakit kanker paru-paru stadium 3. Menurut pengakuan Nur, Ed punya kesempatan kecil untuk sembuh. Ia meminta yang datang dan semua teman teman Ed mendoakan agar suami yang baru dinikahinya itu diberikan mukjizat oleh Allah agar sembuh.
Nur mengatakan, Ed dalam satu hari bisa menghabiskan 6 gelas kopi, dan tidak bisa lepas dari rokok. “Tiada yang bisa mencegah Ed merokok, bila menulis merokoknya tidak putus putus”, tutur Nur.
Ed mempunyai kebiasaan sering menulis di atas kasur dengan laptopnya, menghidupkan televisi namun tidak menontonnya. Di tempat tidur yang tidak beranjang menjadi tempat duduknya, dan kursi kayu menjadi tumpuan laptopnya.
Nur mengaku bila sedang menulis, Ed bisa sampai jam 3 malam. Nur biasanya membantu Ed membacakan naskah yang sudah diketik, karena mata Ed yang sudah sulit melihat. Ed kini tengah menbuat naskah buku ulang tahun salah satu perusahaan mobil di Indonesia.
Ed Zoelverdi lahir di kota Kutaraja (Banda Aceh), 68 tahun lalu tepatnya tanggal 12 Maret 1943. Ia seorang jurnalis, fotografer, konsultan media publikasi dan dosen luar biasa di berbagai perguruan tinggi. Ia dikenal sebagai Mat Kodak, julukan itu diperkenalkan secara terbuka pada rubrik fotografi di koran Sinar Harapan pada 13 Oktober 1973. Nama ini dikenalkan untuk menyederhanakan penyebutan juru foto, juru potret, fotografer, sampai tukang kodak.
Ia memulai karirnya sebagai reporter lepas di RRI Jakarta untuk acara kebudayaan. Di Majalah Tempo mulanya mengurus rubrik Daerah-Kota-Desa hingga 1975; lalu ditugaskan sebagai Editor Foto, selang-seling memegang rubrik Suka Duka, Pokok & Tokoh, Indonesiana, Perilaku, serta Duniasiana. Pada tahun 1985 menjadi anggota juri lomba foto majalah Asiaweek di Hongkong. Dan masih banyak lagi sepak terjang Mat Kodak di dunia jurnalistik foto di Indonesia. Tidak salah bila ia disebut sebagai salah satu lagendaris pewarta foto Indonesia hingga saat ini.
Mat Kodak tengah tak berdaya di ruang Griya Puspa, lantai 5, kamar 508, RS. Persahabatan, Jakarta Timur. Saat ini biaya rumah sakit dibantu oleh majalah Gatra. Namun bila ada yang hendak membantu Ed, kirimkan ke nomer rekening BNI atas nama Ed Zoelverdi : 4105050010097948.
Cepat sembut Pak Ed…[]