Ahmad Fauzan Sazli
Kincir Angin. FOTO : UGM
YOGYAKARTA, KabarKampus – Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar kompetisi Kincir Angin Indonesia. Perlombaan yang akan digelar di Pantai Bantul Baru, Bantul pada 1 – 4 Desember 2013 ini diikuti oleh 31 tim yang berasal dari 31 perguran tingggi di Indonesia.
Menurut Dr. Senawi, ketua panitia lomba mengatakan, dari 60 proposal yang masuk ke pantia, sebanyak 31 tim dar 31 kampus dinyatakan lolos seleksi. Tim tersebut antara lain, UI, ITB, IPB, ITS, Unsyiah Banda Aceh, dan Politeknik Negeri Batam.
“Setiap tim, beranggotakan maksimal lima orang mahasiswa dan satu dosen pembimbing,” kata Senawi, Kamis (28/11).
Menurut Senawi, dengan digelarnya kompetisi kincir angin ini diharapkan mampu menggali ide dan inovasi mahasiswa dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Nantinya inovasi mahasiswa ini bisa diterapkan di pulau-pulau terpencil di seluruh Indonesia.
“Perairan pantai kita sangat luas dengan potensi angin yang sangat besar. Hasil inovasi mereka ini semoga bisa diaplikasikan di daerah terpencil yang belum dapat listrik,” katanya.
Sementara itu, Ir. Heru Santoso, M.Eng., Ph.D., peneliti kincir angin dari jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM mengatakan, bahwa kecepatan angin di perairan Indonesia berkisar 5-6 meter per detik. Berbeda dengan daerah sub tropis yang memilii rata-rata 8-12 meter per detik.
“Salah satu solusi agar energi listrik dari pembangkit listrik tenaga kincir angin bisa dimanfaatkan oleh masyarakat adalah dengan cara memperbanyak pembangkit listrik kincir angin agar mampu mengakumulasi energi listrik yang dihasilkan,” katanya Heru yang juga anggota tim juri.
Menurut Heru, dari kompetisi lincir angin yang diadakan UGM tahun lalu, energi listrik yang dihasilkan mahasiswa paling besar mencapai 300 watt jam.
“Jumlah ini juga tentu belum stabil dengan kecepatan angin yang berubah dari waktu ke waktu,” katanya.
Heru menjelaskan, dalam kompetisi kali ini, tiap peserta membuat satu set lengkap sistem turbin angin yang terdiri atas generator, blade (sudu), kontrol, sistem akuisisi data dan Tower. Tidak hanya aspek desain kincir saja yang dinilai namun juga kemampuan kincir dalam menyesuaikan kecepatan angin dalam menghasilkan energi listrik.
“Prinsipnya, akumulasi jumlah energi yang diperoleh selama perlombaan,” katanya.
Selain itu menurut Heru, untuk mengetahui jumlah energi listrik yang dihasilkan, setiap tim diberikan perangkat data logger dari panitia. Data logger harus dipasang pada sistem pembangkit listrik tenaga angin milik tim untuk kepentingan penilaian oleh juri. Para pemenang kompetisi ditentukan berdasarkan pada jumlah energi efektif tertinggi, desain turbin, desain generator, desain pengendali dan desain tower.