Dimartari Fitri A
Katanya hidup bersih…
Nyatanya masih banyak yang tidak peduli terhadap lingkungan…
Katanya hemat energi…
Nyatanya masih ada yang tidak bijak memanfaatkan berbagai sumber energi…
Katanya bebas polusi…
Nyatanya masih macet dan penuh polusi…
Kota panas, stress, siapa yang salah?
Hujan sangat deras, panas sangat menyengat, angin sangat kencang hingga badai pun menghantam Indonesia, bukan hanya negara kita, tapi juga negara-negara lain juga mendapat efek dari marahnya alam. Alam yang harusnya dijaga kelestariannya sekarang musnah, ulah manusia mungkin salah satu dari rentetan penyebabnya. Efek rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu pada permukaan bumi. Gletser di kutub mulai mencair, kebakaran hutan, punahnya jenis hewan dan peningkatan permukaan air laut, ini yang sekarang terjadi, bagaimana beberapa tahun ke depan? Anak cucu kita akan membayar mahal untuk menikmati keindahan alam ini atau bahkan harus membayar untuk menghirup oksigen agar bisa bertahan hidup karena gas emisi rumah kaca sangat berbahaya bagi kehidupan.
Berbagai program sudah digalakkan untuk mengurangi efek global warming, namun hanya segelintir orang yang mendukung dan peduli terhadap kehidupan di bumi ini. Efek global warming tidak hanya berpengaruh terhadap perubahan alam, tetapi juga pola pikir manusia yang berakibat terhadap perubahan perilaku manusia itu sendiri. Belum lagi jika perubahan perilaku tersebut mengarah pada munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Lihat saja di kota besar, siang hari bertarung dengan panas matahari yang begitu menyengat, belum lagi kepadatan kendaraan yang mengakibatkan kemacetan adalah hal yang setiap hari dihadapi penduduk kota. Jumlah kendaraan roda empat dan roda dua sudah tidak sebanding dengan kapasitas jalan raya, berdesakan.
Wajar bila tingkat stres penduduk kota besar lebih tinggi daripada penduduk pedesaan. Beberapa orang kota jika menghadapi suatu masalah ada yang dengan tegangan tinggi, emosi. Tidak cocok maka timbulah konflik. Tingkat kriminalitas sudah tinggi. Mau merasakan hancurnya alam sekaligus hancurnya perilaku?
Berpikir positif dengan mengalihkan pola pikir dengan lebih bijak, mungkin bisa menjadi solusi untuk masalah diatas. Dimulai dari perilaku kita sehari-hari. Hari kerja yang padat bisa membuat kita stress, itu artinya kita perlu menyegarkan pikiran kita. Sisa hari di akhir minggu harus dimanfaatkan, tidak hanya untuk menyegarkan pikiran tapi juga ada manfaatnya untuk mengurangi efek global warming.
Sambil menyelam minum air, menghijaukan pikiran sekaligus memperbaiki bumi. Jalan-jalan tidak hanya ke tempat wisata atau ke mall, jika salah satu hari di setiap akhir minggu digunakan untuk green living time, sebagai contoh bersama-sama menanam pohon di akhir minggu di sudut kota yang gersang, pasti akan membawa perubahan di kota kita yang mulai panas. Bayangkan beberapa tahun kedepan, emisi gas karbon akan berkurang, apalagi bila disalah satu hari kerja diprogramkan untuk car free day,tidak hanya di hari minggu yang selama ini dilakukan. Kota makin hijau, polusi pun berkurang, hidup nyaman, pikiran segar, konflik minimal.
Alam sudah menampakkan kerusakannya akibat ulah kita, sekarang berpikir dan bertindak untuk bersahabat dengan alam kembali. Satu orang dengan green idea yang cemerlang akan berpengaruh terhadap ratusan orang. Hijaukan pikiran, amankan bumi.[]