Kharisma Nur Fauziah – Institut Pertanian Bogor
Kita tentu pernah melihat, merasakan, bahkan memiliki pendingin ruangan yang disebut AC (Air Conditioner). Masyarakat perkotaan umumnya sering merasakan sejuknya AC. Misalnya saat di kendaraan pribadi atau taksi, di ruang kerja, di ruang kuliah, di restoran, bahkan di kamar tidur. Alasan penggunaan alat pendingin ini adalah untuk mendapatkan kenyamanan akibat suhu bumi yang semakin meningkat.
AC memang dapat menghasilkan udara dingin yang membuat nyaman, namun kenyamanan ini hanya berlangsung sementara. Pengaruh AC secara jangka panjang justru mampu memperparah suhu bumi. Saat menggunakan AC, kita memang terhindar dari rasa gerah, namun bumi tempat tinggal kita lah yang semakin ‘kegerahan’. Mengapa demikian?
AC merupakan salah penyumbang utama terjadinya pemanasan global. Pernyataan ini didukung oleh beberapa hal. Pertama, AC mengkonsumsi energi yang besar dan cenderung meningkatkan penggunaan bahan bakar fosil. Kedua, AC yang mampu menghilangkan udara panas dari ruangan ternyata membuang udara panas itu ke atmosfer. Fakta lain menyebutkan, pendingin menghasilkan panas 3 kali lebih banyak dari dingin yang ditimbulkan.
Atmosfer panas yang terbentuk itu dapat mengganggu pola cuaca, sehingga tak heran jika akhir-akhir ini kondisi cuaca jadi tidak menentu. Hujan yang terjadi tiba-tiba di saat kondisi cerah dan terik merupakan salah satu buktinya.
AC juga menghasilkan senyawa CFC (Chloro Flouro Carbon) yang dapat merusak lapisan ozon akibat kandungan klornya. Akhir-akhir ini, telah muncul refrigerant dengan senyawa HFC (Hydro Flouro Carbon) yang dianggap lebih ramah lingkungan karena tidak merusak ozon. HFC memang tidak menghasikan klor, tapi senyawa ini menghasilkan gas efek rumah kaca yang jauh lebih besar dibandingkan karbondioksida.
Banyak masyarakat seolah acuh tak acuh akan hal ini. Hal yang lebih parah lagi di daerah perkotaan yang ramai, masyarakatnya bisa jadi menggunakan AC selama 24 jam. Jika keadaan ini terus berlangsung, sulit membayangkan bagaimana keadaan bumi nantinya. Suhu bumi bisa jadi mencapai titik 50oC bahkan lebih, dimana semua manusia tidak dapat lagi bebas beraktivitas karena menderita dehidrasi akut dan kanker kulit.
Akankah kita menunggu hal itu terjadi? Tentu tidak, kita harus mengatasi hal ini.
Kipas angin merupakan salah satu solusinya. Kipas angin dapat menghasilkan udara sejuk tanpa berdampak pada peningkatan suhu bumi. Prinsip kerja kipas angin yaitu dengan mendorong udara hangat dari suatu daerah ke daerah lain yang bersuhu lebih rendah, sehingga tercapai kesetimbangan yaitu pada selang antara suhu tertinggi dan terrendah. Kesejukan yang dihasilkan kipas angin memang tidak sebanding dengan AC. Kesejukan AC dapat diatur hingga kisaran 15oC, sedangkan kipas angin hanya mampu menghasilkan suhu minimum pada kisaran 20oC.
Secara logika, perlukah kita berada pada suhu 15oC untuk mendapatkan kenyamanan dalam beraktivitas. Ruangan bersuhu sekitar 24oC sebenarnya sudah merupakan kondisi yang nyaman untuk mendukung aktivitas manusia.
Mari kita berkaca dari negara lain. Masyarakat mesir, dapat bertahan hidup di suhu udara yang cukup ekstrim meskipun tanpa AC. Masyarakat tradisionalnya bahkan hanya memanfaatkan seember air di depan pintu rumahnya untuk menurunkan suhu, dimana udara kering yang ada beraksi dengan air tersebut sehingga suhu panas berkurang. Hal ini juga dapat kita diadaptasi. Tindakan yang arif terhadap lingkungan tentu akan menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik. []