Ahmad Fauzan Sazli
Namanya Irman Jalil, mahasiswa semester 3, jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Jambi. Ia adalah satu-satunya Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi yang menempuh pendidikan sarjana.
Sekolah pertama yang diikutinya adalah “Sokola Rimba” di Taman Bukit Duabelas. Sekolah tersebut merupakan sekolah alternatif yang didirikan oleh Butet Manurung.
“Dulu saya belajar dengan Butet. Ketika itu Butet datang ke Suku Anak Dalam dan berkenalan dengan Orang Rimba. Sesudah berkenalan dia mengajak main-main dan mengajak berhitung. Dari sana setiap permainan yang diberikan Butet membuat anak-anak orang rimba berebut ,” kata Irman menceritakan pengalamannya.
Pengelamannya belajar dengan Butet inilah yang mendorong Irman untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD). Tiga tahun kemudian, Irman bertemu dengan bapak angkatnya bernama Rahman. Bapak angkatnya inilah yang kemudian menyekolahkan ke SD yang ada di Kabupaten Merangin, Jambi.
Irman sendiri terlahir dengan nama Besudut. Ketika masuk SD, Bapak angkatnya memberi nama baru yakni Irman Jalil. Irman juga dibikinkan tanggal lahir oleh guru SD -nya.
Menurut Irman, Orang Rimba tidak tahu usianya berapa. Oleh karena itu, ketika masuk SD ia dibikinkan oleh gurunya tanggal lahir dengan tanggal lahir 12 September 1992. Umurnya saat ini sekitar 22 tahun.
Selepas SD, keinginan sekolah Irman terus berlanjut hingga SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Di perguruan Tinggi, Irman mengambil jurusan PGSD. Jurusan tersebut sesuai dengan cita-citanya yakni ingin menjadi guru.
Saat ini, di Universitas Jambi, Irman mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari pemerintah. Irman mengaku selama kuliah, ia tidak mengalami kesulitan. Hanya saja beberapa mata kuliah, ia harus belajar lebih ekstra.
“Saya dari SMP dan SMA tidak pernah belajar bahasa Inggris, namun ketika masuk universitas ia mendapatkan mata kuliah bahasa Inggris. Dari sana saya kesulitan mengikuti kuliah bahasa Inggris,” terang Irman.
Meski demikian, menurut Irman, sebagian teman jurusannya ada juga yang tidak bisa bahasa Inggris. Mereka mengalami kesulitan yang sama dengannya. Oleh karena itu ia mengajak orang-orang yang tidak bisa bahasa Inggris tersebut untuk bergabung dengan dirinya dan mencari orang yang bisa mengajarkan mereka bahasa Inggris.
Anak ketiga dari pasangan Ayah dan Ibu bernama Pemikat dan Meranting Sanggu ini mengaku dialah orang pertama dan satu satunya dari Suku Anak Dalam Taman Nasional Bukit Duabelas yang duduk di bangku kuliah. Sementara temannya yang lain hanya sampai SD dan SMP.
Oleh karena Irman berharap pemerintah mendukung pendidikan bagi Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Ia juga berharap, ketika lulus nanti pemerintah mendorongnya untuk bisa mengajar Orang Rimba.
“Saya ingin menjadi guru Orang Rimba. Saya merasakan waktu belajar dengan Butet dulu. Ketika itu saya dan teman-teman sayabelum bisa membaca an menulis. Dan sekarang saya merasakan teman saya sudah bisa membaca dan menulis,” jelas Irman.
Bagi Irman, saat ini yang terpenting bagi Orang Rimba adalah bisa membaca dan menulis. Walau pun mereka tidak sekolah, nantinya mereka bisa berjualan dan tahu harga barang yang dijualnya. Selain itu, bila nanti Orang Rimba keluar hutan, mereka juga tahu mana simpang A dan mana simpang B.[]