Suasana kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di daerah Salemba berbeda dari hari biasa. Seratus ilustrasi yang menggambarkan kepedihan, luka, teror, dan segala hal yang tidak enak terpampang jelas. Sejurus kemudian, sosok yang ditunggu berbicara di hadapan orang banyak. Dia adalah Rizal Ramli.
Seorang yang dikenal lantang berbicara kepada siapa pun termasuk kepada atasannya, presiden. Rizal Ramli adalah menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo saat ini. Di tengah kesibukannya, dia masih menyempatkan diri untuk bertatap muka dengan para seniman, pegiat buku, aktivis, jurnalis, dan korban kejahatan kemanusiaan.
Saat masuk Rizal Ramli menyunggingkan senyum. Lalu didaulat untuk memberikan sambutan sekaligus membuka Pameran Ilustrasi Bakal Buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula”.
“Gawat…Ya, saya baru sadar ternyata pameran ini gawat banget.”
Statement awal pria asal Padang itu sontak disambut tawa hadirin. Dia tersenyum lepas dan melihat ke seluruh ruangan termasuk karya-karya yang terpajang. “Saya terjebak dan menjebakkan diri di sini. Lihat karyanya…ini gawat pamerannya. Kalau di zaman Soeharto, si Yayak (maksudnya Yayak Yatmaka, seniman salah satu penggagas pameran) bisa habis ini. Waduh……”
Ungkapan “gawat” bukan tanpa sebab. Sewaktu muda, saat berkuliah di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), serta menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) ITB tahun 1978, dia merasakan pedihnya meneriakkan kebenaran. Sejarah mencatat ketika kekuasaan telah berubah menjadi tirani, mahasiswa menjadi garda terdepan melakukan perlawanan.
Rizal Ramli menerbitkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978. Isinya, mereka menolak dan tidak percaya lagi terhadap Soeharto memimpin Indonesia. Buku stensil made in Rizal Ramli itu bertujuan untuk mengubah Indonesia dari negara otoriter menjadi negara demokrasi. Tidak ketinggalan mengkritik sistem Korupsi, Kolusi dan Nepotisme keluarga Soeharto yang merugikan rakyat Indonesia.
Data Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 dikutip sejumlah media diantaranya Kompas, Tempo, dan Sinar Harapan. Ketiga media massa itu langsung dikerangkeng. Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 diterjemahkan ke dalam 9 bahasa.
Maka jelaslah bagi Soeharto dan militer, Rizal Ramli adalah salah satu tokoh gerakan kiri yang harus ditangkap.
Selanjutnya ITB diduduki militer selama 6 bulan. Terjadi penembakan. Kawasan jalan Ganesha Bandung mencekam. Mahasiswa yang terlibat dipanggil dan diadili. Kritik pedas Rizal Ramli dan kawan-kawan terhadap kekuasaan tirani Soeharto berbuah hotel prodeo alias penjara. Normalisasi Kehidupan Kampus diberlakukan, artinya kegiatan mahasiswa udah ga asyik lagi. Hanya ke ruang kelas, duduk diam, gak boleh tanya yang aneh-aneh soal sosial dan politik Indonesia. Dari kelas terus pulang ke kost-an. Itulah mahasiswa Indonesia versi pemerintah saat itu.
Akibat mengkritik pemerintahan Soeharto, seluruh Dewan Mahasiswa di Indonesia dibekukan. Sebagai gantinya, pemerintah mengeluarkan konsep SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi) namun ditentang karena konsep ini kental dengan pengawasan serta intervensi pemerintah dan birokrasi kampus terhadap organisasi mahasiwa. Konsep yang gak beda jauh dengan kamera CCTV.
Saat itu memang gawat.
Sekarang situasi berbeda. Sejarah masa lalu Rizal Ramli beruntung bisa terungkap dengan baik. Namun banyak sejarah kelam di Indonesia yang masih gelap dan masih belum jujur. Kebanyakan sejarah selalu menampakkan hal-hal yang baik dan indah saja. Sesuai pesanan si pemegang kekuasaan.
“Memang tidak mudah untuk melihat sejarah secara menyeluruh. Versi resmi, versi yang kelihatannya baik-baik, indah-indah…., kenyataannya, realitas sejarah kita menimbulkan luka-luka yang sangat dalam. Bahkan ke generasi berikutnya.”
Suasana kantor LBH Jakarta menjadi hening. Semua mata tertuju pada Rizal Ramli. Belum juga dia angkat bicara lagi. Tak lama kemudian….
Dengan gaya yang tenang Rizal Ramli menyatakan keberpihakannya terhadap upaya menerbitkan buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula” yang digagas oleh Bilven (Toko Buku Ultimus Bandung), Dolorosa Sinaga (Seniman dan Dosen IKJ), dan Yayak Yatmaka (seniman).
“Ini merupakan langkah bagus supaya kita bisa melihat ke cermin. Apakah bangsa kita seperti yang dikatakan selama ini?”
Dia pun mengajak hadirin untuk mengingat dan berintrospeksi atas peristiwa yang pernah dialami bangsa Indonesia. “Ada kejadian masa lalu yang sebetulnya membuat malu. Bangsa kita kok bisa menjadi bangsa yang buas ya? Bisa saling bunuh dan saling menghancurkan. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari sejarah itu semua.”
Jika bangsa Indonesia khususnya anak muda tidak menuliskan sejarah secara jujur, kemungkinan situasi mencekam masa tirani Soeharto akan berulang. Kembali ke zaman kegelapan, ke zaman yang penuh ketakutan.
“Sejarah yang ditulis dengan jujur membuat kita mampu merenung.”
Lulusan Boston University dan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahma Wahid (Gusdur) ini berharap buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula” bisa mengajak pembaca untuk melihat secara jernih sejarah bangsa Indonesia. Dia pun mengungkapkan kebanggaan dan hormat kepada orang-orang yang terlibat menyusun buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula”.
“Saya angkat topi untuk kawan-kawan. Ini waktunya untuk menulis sejarah. This time to write history. Ceritakan dengan kejujuran, bukan kita mau jadi pendendam, bukan juga kita mau menciptakan konflik baru lagi. Tapi sebagai bangsa yang berupaya belajar dari masa lalu dengan harapan tidak terulang lagi. Supaya kita bisa move on.”
Dalam pidatonya selanjutnya, Rizal Ramli berpesan kepada anak muda harus bisa melepaskan tiga beban yang membelenggu, yakni : feodalisme, primodialisme, dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN). Ketiga beban inilah yang menahan anak muda Indonesia terbang tinggi meraih masa depan yang cemerlang.
“Kita harus berani.”
Dan soal keberanian ini, Rizal Ramli mengisahkan tentang negara Jerman. Menurut Rizal Ramli, bangsa Jerman yang terkenal dengan kebudayaan, filsafat, musik, dan orang-orang yang religi, akhirnya harus terjebak dalam omong kosong seorang kopral bernama Hitler. Jerman saat itu adalah Jerman yang telah melakukan banyak kesalahan. Tahu kenapa?
“Karena orang-orang pintar cendikiawan, seniman, orang yang religius tidak berani mengatakan kebenaran. Sehingga akhirnya orang brengseklah yang berkuasa,” ungkap Rizal Ramli tegas.
Usai menyampaikan pikiran, Rizal Ramli kemudian diajak berkeliling melihat seratus ilustrasi yang akan menghiasi buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula”. Sempat pula ia mengomentari beberapa gambar, salah satunya, ilustrasi yang mengisahkan masa kolonialisme Belanda. Pada gambar terpampang tulisan “Anjing dan Inlander Dilarang Masuk”.
Ilustrasi “Anjing dan Inlander Dilarang Masuk” pernah terpampang di kolam renang Cikini Jakarta, ratusan tahun yang silam. Tulisan itu merupakan salah satu tindakan diskriminatif kolonial Belanda. Selebihnya orang Indonesia dilarang menggunakan sepatu dan bila bertemu dengan orang asing harus membungkuk untuk memberikan hormat. Belum lagi dalam ruang peradilan, jelaslah pribumi selalu saja kalah dari penjajah.
Secara cermat Rizal Ramli mengamati setiap gambar yang terpajang. Selama mencermati karya, Yayak Yatmaka dan Dolorosa Sinaga sesekali memberikan penjelasan serta menceritakan bagaimana seniman bekerja. Ilustrasi yang terpajang di kantor LBH Jakarta merupakan ringkasan dan rangkuman secara garis besar dari semua buku-buku pelurusan sejarah yang telah beredar. Dibuat oleh 30 orang yang terdiri dari mahasiswa dan seniman muda Indonesia. Para tukang gambar ini rata-rata memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu sosial politik di Indonesia.
“Sekali lagi selamat, yaa….Pameran ini seram banget. Saya harus buru-buru kabur,” ungkap Rizal Ramli berseloroh.[]