More

    Coming Out of Shadow, Fiji, dan Albino

    Natalia Oetama

    Fiji yang terletak di Pasifik Selatan merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal bagi para pecinta pantai dan matahari tropis. Tapi sedikit yang tau Fiji merupakan salah satu negara dengan rate albino tertinggi di dunia.

    Esala Seru (kanan), menonton televisi bersama saudaranya. FOTO : BBC NEWS
    Esala Seru (kanan), menonton televisi bersama saudaranya. FOTO : BBC NEWS

    Ikponwosa Ero, pakar independen albino United Nation menjelaskan bahwa albino adalah penyakit langkah yang tidak menular dan diturunkan melalui genetik.

    - Advertisement -

    Albino dapat terjadi secara global di seluruh penjuru dunia dan tidak berhubungan dengan etnik dan gender. Penyakit ini menghentikan tubuh untuk memproduksi melanin.

    Ratio terjadinya Albino di beberapa negara Pasifik dilaporkan mencapai 1:700.

    “Meskipun Albino sangat lazim di Fiji, namun kondisi ini belum mampu dimengerti dengan baik,” tutur Dr Margot Whitfeld saat diwawancarai oleh BBC News untuk film yang mengangkat isu ini.

    Sutradara berkebangsaan Australia, Chritin Nestel menuangkan keprihatinan tentang Albino di Fiji ke dalam sebuah film dokumenter berjudul “Coming Out of Shadow”.

    “Salah satu tujuan utamanya agar anak-anak ini mendapatkan edukasi yang lebih baik sehingga bisa bekerja di dalam ruangan,” kata Chritin Nestel seperti dilansir BBC News.

    Pigmen melanin berhubungan dengan pembentukan organ mata, ini menyebabkan anak-anak memiliki penglihatan yang kurang baik. Banyak guru di Fiji yang belum memahami kondisi ini dan berasumsi anak-anak dengan Albino kesulitan dengan pelajaran yang diberikan.

    Kondisi penglihatan yang buruk ini sering kali menyudutkan anak-anak albino menjadi sering tertinggal jauh di sekolah. Menyebabkan adanya siklus yang membuat mereka harus puas dengan pekerjaan kasar di luar ruangan. Hal ini sebenarnya membuat mereka terpapar sinar matahari dan meningkatkan resiko terkena kanker kulit.

    “Begitu saya menaiki bus, semua mata akan tertuju pada saya. Hal ini membuat saya sedih dan marah, tapi sekarang saya sudah terbiasa dengan hal itu” cerita Esala Seru, bocah Fiji berumur 14 tahun yang ikut serta di dalam film terbaru ini.

    Segera setelah Nestel menyampaikan film ini pada Geoffrey Smith CEO dari Fiji TV, film ini segera ditayangkan.

    Sebuah keajaiban kecil terjadi setelah film ini diputar. Esala yang saat ini telah menginjak sekolah menegah atas dan menjadi satu-satunya anak dengan Albino, mendapatkan tepukan pada pundak bahkan pelukan dari teman teman-temannya. Mereka memeluknya dan berkata “Ibuku memintaku untuk memberikanmu pelukan”

    “Bagi kami yang jauh di Australia sini, hal tersebut terasa seperti dampak yang cukup besar” ucap Nestel. []

    Sumber berita : BBC News

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here