“Kenapa ingin jadi pendongeng?”
“Karena saya dibesarkan dengan dongeng dan cerita-cerita itu masih tersimpan di memori.”
Saya tak mengira ada seseorang yang begitu antusias terhadap dunia dongeng. Pertemuan saya dan dia bagai cerita dalam film-film yang menjadi kenyataan. Bertemu dengan seseorang yang bergairah dengan kisah-kisah yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Perempuan yang menjawab pertanyaan itu adalah Elis, jebolan Universitas Brawijaya, Malang.
Salah satu pemicu lainnya, ketika seorang anak kecil yang sering didongengkan oleh Elis memeluknya erat. Elis dan anak itu lama tak bersua. Lantas memintanya melanjutkan cerita dongeng yang diceritakan 3 tahun silam.
Di situlah tekad Elis bulat untuk memilih jalan hidup menjadi pendongeng. “Saya harus jadi pedongeng!” ucapnya penuh yakin.
Dari cerita-cerita dogeng yang biasanya berupa fabel (cerita binatang) sederhana dapat diselipkan berbagai macam nilai di sana. Tentu kita semua ingat tentang cerita kura-kura dan kancil yang beradu lari?
Kura-kura menggambarkan sosok yang pelan, pendiam, namun memiliki keyakinan kuat. Kancil pula menggambarkan sosok yang lincah, sombong, dan juga suka menyepelekan kemampuan binatang lain. Keduanya bertemu dalam sebuah perlombaan lari. Dan kisah perlombaan antara Kura-kura dan Kancil ini memiliki banyak versi tergantung siapa pendongengnya.
Meskipun cerita itu diulang tetap saja memikat. Kenapa? Karena dongeng memiliki senjata yang ampuh yakni kesederhanaan cerita.
Pada zaman yang serba milineal ini, anak-anak tak lagi terbiasa dengan dongeng sebelum tidur. Gadget dan segala perangkat canggih lain, menggantikan segalanya. Ditambah dengan kesibukan orang tua yang lebih maka lengkaplah nasib dongeng, memperihatinkan.
KOMUNITAS GENDONG
Berangkat dari keprihatinan ini, Elis dan seorang teman membentuk sebuah komunitas nirlaba bernama Gendong (Gerakan Mendongeng).
Komunitas yang telah berdiri hampir 2 tahun ini bertujuan untuk kembali mengingatkan orang-orang tentang kekuatan dongeng. Gendong yang dibentuk di Kota Malang ini, mendogeng secara cuma-cuma setiap akhir pekan di taman-taman kota, di CFD ataupun di radio.
Komunitas Gendong telah memiliki 46 anggota akitf. Mereka mengajak para orang tua, para kakak, para sepupu, atau bahkan para nenek untuk kembali mendongeng. Menyebarkan kembali sihir dongeng kepada anak cucu kita.
Bulan Mei 2017 silam, Gendong pertama kalinya mengadakan workshop gratis bagi siapa saja yang tertarik untuk menjadi pendongeng. Ada sekitar 50 peserta yang ikut datang ketika itu, salah satunya seorang nenek berumur 60 tahun. Acara wokrshop Gendong direncanakan diadakan 3-4x dalam setahun.
Dalam waktu dekat, Gendong berencana untuk melakukan dongeng lintas agama yang akan dimulai di gereja dan mesjid-mesjid. Gendong ingin membagikan nilai keberagaman kepada anak-anak sedari dini.
Cara mendongeng sendiri bermacam-macam. Elis memilih menggunakan boneka kesayangan bernama Cetta dan berlatih suara perut yang dikenal dengan ventrilogist. “Seperti Susan..” ucapnya.
Namun bagaimanapun caramu mendongeng, cara pertama adalah berani mencobanya.
“Mungkin bukan semua orang adalah pendongeng, tapi kami ingin membuat semua orang belajar mendongeng, berani untuk mendongeng.” ujar Elis semangat.
Dongeng tak melulu tentang cerita binatang, bisa juga tentang legenda atau bahkan tentang sejarah bangsa seperti dongeng tentang kemerdekan yang biasa dipentaskan ketika 17 Agustusan.
Buat yang ingin belajar mendongeng dan ingin tahu banyak hal lebih tentang dongeng, bisa ikuti IG mereka di @Gendongindonesia. Semoga dongeng kembali menyihir anak-anak Indonesia! []