More

    Menyelami Keramaian Dalam Diam

    “Ada keramaian dalam diam mereka!” ucap Randi berbinar-binar ketika saya tanya hal menarik apa yang membuatnya memilih menekuni bahasa isyarat.

    Komunitas Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) saat persiapan mengikuti acara musikalisasi puisi di Universitas Jember tahun 2016. FOTO : Dokumentasi Gerkatin

    Pemuda 25 tahun asal Jember ini, mengaku tertarik dengan bahasa isyarat pertama kali ketika berinteraksi langsung dengan seorang teman yang mampu berbahasa isyarat. “Oh dari TVRI juga!” tuturnya mengenang awal mula bersentuhan dengan bahasa isyarat.

    Ketertarikan ini bertambah ketika Randi yang mengambil jurusan Agrobisnis perikanan berkuliah di Universtas Brawijaya Malang. UB, singkatan yang biasa digunakan untuk almamaternya ini menjadi sedikit kampus di Indonesia yang menerima mahasiswa difabel.

    - Advertisement -

    “Tepatnya UB menerima 20 mahasiswa difabel per tahun,” jelasnya.

    Menurut pemberitaan di Radar Malang, UB disebut sebagai surganya mahasiswa difabel. Penamaan ini didukung oleh fakta, bahwa sejak tahun 2012, kampus menyediakan pendampingan khusus untuk mahasiswa difabel yang dinamai Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD UB).

    Pada tahun 2017 ini ada 91 mahasiswa difabel yang berkuliah di UB.

    Dulu ketika berkuliah, Randi menjadi salah satu anggota dari PSLD ini. Selain mendapat keahlian khusus, tentunya juga dapat membantu sesama. UB sendiri juga memberikan biaya pendampingan yang meski kecil cukup lumayan bagi para pejuang disabilitas ini.

    “Dulu sih 12.500 per pendampingan,” kenang Randi.

    Di Malang sendiri ada sebuah komunitas bernama Akartuli, akronim dari Aksi Arek Tuli Malang. Tujuan dari komunitas ini adalah untuk mengajarkan orang-orang cara berkomunikasi dengan para difabel. Mengajarkan cara menggunakan bahasa isyarat dan etika mendasar yang harus dipahami.

    Saat ini Randi bekerja sebagai pustakawan di SDN Mayang 1 Jember sembari terus mengembangkan kemampuan berbahasa isyarat dengan menjadi pendamping dari komunitas Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) yang juga berada di kota yang terkenal dengan tembakaunya ini.

    Sebagian besar anggota Gerkatin terlahir tuli. Kenyataan inilah yang membuat mereka enggan menggunakan alat bantu dengar. Dapat dikatakan ketidakmampuan mendengar adalah identitas khas, yang telah menjadi bagian diri mereka selama ini.

    Komunitas Gerkatin terbuka untuk siapa saja yang ingin mengenal dan belajar lebih tentang bahasa isyarat. Lebih dari itu komunitas ini mengajak setiap orang untuk menyelami pengalaman secara intim dan menikmati kehangatan berkomunikasi melalui gerakan dan mimik muka.

    Tahun lalu Gerkatin Jember sempat diundang tampil dalam acara musikalisasi puisi oleh Dewan Kesenian Kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember. Keterlibatan mereka dalam ruang-ruang publik menambah nuansa lain sekaligus bukti keberadaan mereka di tengah masyarakat.

    Seperti Randi, langkah untuk mendampingi dan belajar bahasa isyarat, menjadi awal yang baik buat kita untuk belajar saling menghargai dan memahami. Ya belajar menikmati sunyi dengan cara khas mereka. []

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here