BANDUNG, KabarKampus – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) kembali membangkitkan penelitian mobil listrik di Indonesia. Dalam pengembangannya, Ristek Dikti telah menunjuk sebanyak lima kampus dalam penelitian mobil listrik tersebut.
“Lima kampus tersebut kami tugasi untuk menyelesaikan Mobil Listrik Nasional (Molina),” kata Muhammad Nasir, Menristek ditemui usai menggelar rapat panel dengan Guru Besar ITB, di Gedung MWA ITB, jalan Surapati, Bandung, Kamis, (22/02/2018).
Lima kampus tersebut adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Ristek Dikti saat ini telah mengajukan dana sebesar 200 milyar untuk pengebangan mobil tersebut.
Menurut Nasir, ada pekerjaan rumah yang utama dalam pengembangan mobil listrik ini, yaitu masalah sistem baterai. Baterai yang diinginkan adalah sustainablenya baik, rechargingnya mudah dan cepat, serta tahan lama.
“Kalau mobil listrik kita saat ini sistem kontrol mobil listriknya sudah oke. Namun baterai yang belum. Sekarang kalau kita recharging baru sampai rumah bisa diisi lagi. Nanti kalau berhenti di jalan bagaimana?” ungkap Nasir.
Nasir berharap, sistem baterai pada mobil listrik yang dikembangkan, bisa seperti di negara Finlandia. Sistem pengisian baterai di sana, hanya membutuhkan waktu lima hingga tujuh menit.
“Ini kalau bisa diterapkan di Indonesia bisa lebih baik,” ungkap Nasir.
Dalam kesempatan yang sama Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA., menjelaskan, ITB saat ini memang telah meneliti soal baterai. Baterai inilah elemen paling penting dari mobil listrik.
Untuk itu, kata Rektor untuk mengebangkan baterai tersebut, pada tahun 2017 lalu, ITB telah bekerjasama dengan Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Selain itu, mereka juga telah mendapat dana untuk dari USAID Amerika untuk mengebangkan baterai terbaik untuk mobil listri.
“Sistem baterai yang kami kejar adalah yang mengisinya cepat, namun tahan lama. Seperti di Finlandia, mengisi baterainya beberapa menit, namun bisa dipakai sekian hari. Itu karena teknologinya tinggi,” ungkap Rektor.
Menurut Rektor, teknologi baterai seperti itu merupakan sesuatu yang baru. Jepang saja, masih menggunakan hybrid pada mobil listrik mereka. Oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut perlu ketekunan.[]