BANDUNG, KabarKampus – Warga Kanada berusia 18 tahun ke atas bakal dilegalkan mengonsumsi ganja untuk rekreasi secara nasional. Hal itu karena, parlemen dan senat di sana telah mengesahkan peraturan konsumsi ganja pada (07/06/2018).
Legalisasi ganja ini juga membuat, Kanada akan menjadi negara G-20 pertama yang mengizinkan konsumsi ganja untuk rekreasi secara nasional. Meski demikian, warga Kanada masih harus menunggu hingga Agustus atau awal September tahun ini untuk bisa membeli ganja rekreasional sesuai UU yang telah disahkan itu.
Warga Kanada hanya diperbolehkan membawa ganja kering di tempat umum hingga 30 gram. Selain itu warga juga diperbolehkan menanam hingga empat pohon ganja di rumahnya.
Namun soal penanaman pohon ganja di daerah, setiap provinsi memiliki aturan yang berbedaa. Diantaranya Provinsi Quebec dan Manitoba melarang penanaman ganja di rumah.
Pelanggaran ketentuan-ketentuan tersebut akan didenda hingga 5.000 dolar (Rp53,9 jutaan) atau dipenjara hingga 5 tahun. Jika kedapatan berkendara dalam pengaruh ganja, pelanggaran pertama akan diganjar denda ribuan dolar. Pelanggaran selanjutnya dikenakan sanksi kurungan penjara.
Rincian prosedur pemerolehan ganja diserahkan ke masing-masing provinsi. Namun yang pasti, otoritas kesehatan Kanada mensyaratkan kemasan polos untuk mengesankan bahwa produk tersebut tidak keren dan menyenangkan.
Informasi yang dibutuhkan konsumen wajib tertera pada kemasan termasuk kandungan THC (zat psikoaktif ganja) atau CBD (senyawa ganja untuk pengobatan), varietas, produsennya, juga peringatan akan risiko kesehatan.
Pemerintah Kanada menyatakan, peraturan baru yang ketat ini bakal memudahkan kendali atas konsumen ganja di bawah umur, menyingkirkan organisasi kejahatan dari bisnis narkoba, mengurangi beban kerja kepolisian dan sistem hukum pidana, serta meningkatkan kesehatan masyarakat.
Kanada telah memperbolehkan pemanfaatan ganja untuk keperluan medis sejak 2001. Penanamannya dilakukan oleh produsen yang memiliki izin pemerintah pusat. Masyarakat bisa memperolehnya di apotek dengan harga rata-rata kurang dari Rp2.000 per gram.
Di Amerika Serikat (AS), pemanfaatan ganja untuk rekreasi baru diperkenankan di 9 negara bagian hingga April 2018. Sementara, 20 negara bagian lainnya hanya mengizinkan ganja untuk keperluan medis. Meski demikian, harga ganja di sana jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di Indonesia yang juga merupakan negara G-20.
Untuk memperoleh ganja secara resmi di AS, dibutuhkan rata-rata kurang dari Rp2.500 per gramnya. Sementara, dengan ladang-ladangnya yang melegenda di Aceh, harga jual rata-rata ganja di pasar gelap Indonesia mencapai Rp56 ribu per gram menurut situs informasi pasar gelap global Havocscope.
Dari keterangan beberapa pelaku selama 2 tahun terakhir, ganja bisa dipesan dari sejumlah daerah di Sumatera dengan kisaran harga Rp3-7 juta per kilogram. Sementara, ganja seberat itu bisa diperoleh seharga Rp600 ribu dari ladang-ladang di pegunungan Aceh.
Badan Narkotika Nasional bersama Pusat Penelitian Kesehatan UI memperkirakan lebih dari 150 ton ganja beredar di Indonesia yang dikonsumsi rata-rata 67,6 gram per orang pada 2014. Jumlah konsumennya diperkirakan sebanyak 1.991.639 orang.
Menggunakan data-data di atas, maka seorang konsumen harus menyisihkan lebih dari Rp3,7 juta per tahun untuk belanja ganja di Indonesia. Sehingga, total belanja konsumsi ganja di negeri ini dalam setahun mencapai Rp7,5 triliun lebih.
Patri Handoyo, pegiat Rumah Cemara mengungkapkan, apabila Indonesia menerapkan kebijakan seperti yang telah dilakukan beberapa negara bagian AS atau Kanada, maka konsumen hanya akan mengeluarkan Rp135 ribuan per tahun untuk belanja ganja. Tetapi yang jauh lebih penting, bandar narkoba tidak akan lagi menikmati keuntungan lebih dari Rp7,2 triliun tiap tahunnya karena total belanja 1,9 jutaan konsumen ganja di Indonesia menjadi sebesar Rp269,2 miliar per tahun.
“Terlebih, dengan diterapkannya aturan serupa, aparat tidak perlu repot-repot memusnahkan ratusan ribu meter persegi lahan ganja di lereng-lereng pegunungan,” ungkapnya.
Selain itu tambah Patri, sistem hukum pidana pun terbebas dari urusan ribuan tersangka kepemilikan ganja tiap tahunnya di Indonesia. Anggaran pemberantasan dan penegakan hukum pidana narkoba akan jauh lebih hemat.
Bahkan Colorado, negara bagian AS yang pada 2012 lalu mengizinkan ganja untuk rekreasi warganya, telah memanfaatkan sekitar Rp560 miliar hasil penjualan ganja di tahun pertama penerapan kebijakan itu untuk perbaikan sekolah-sekolah yang rusak di sana.
Bukan tidak mungkin jika kebijakan semacam itu diterapkan di Indonesia dengan komitmen penuh pemerintah, ratusan miliar rupiah hasil penjualan ganja bisa disumbangkan ke partai-partai politik. Daripada, para kader mencuri APBN dan berkolusi untuk membiayai kampanye partainya.[]