BANDUNG, KabarKampus – Sampah masih menjadi persoalan besar di kota-kota di Indonesia. Belum lagi masih banyak prilaku membuang sampah sembarangan yang berdampak pada lingkungan.
Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan sampah tersebut. Ia merancang program yang dinamakan dengan nama Manajemen Sampah Zero (Masaro).
Dialah Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB lewat programnya Manajemen Sampah Zero (Masaro). Gagasanya ini bisa menjadi solusi dalam penanggulangan sampah di Indonesia.
Menurut, dosen dari KK Perancangan dan Pengembangan Produk Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB ini prinsip yang dilakukan Masaro antara lain pemilahan sampah langsung di sumber, dan pengolahan sampah di dekat sumber. Tak ketinggalan mereka juga melibatkan masyarakat, pemerintah, dan industri.
Zainal menjelaskan, untuk mengajak masyarakat memilah sampah di sumbernya langsung, tugas pemerintah melakukan edukasi masyarakat. Kemudian menyediakan fasilitas untuk mengolah sampah yang mengandung bahan berbahaya (B2).
Sementara industri melakukan recycle dan recovery. Kemudian ialah menerapkan teknologi ramah lingkungan, dan terakhir membuat manajemen untuk program sustanability.
“Konsep ini telah terbukti bukan hanya mampu mengatasi masalah sampah tetapi juga memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat yang terlibat,” ucapnya dalam rilis yang dikeluarkan ITB, Kamis, (15/11/2018).
Sebelum tercetusnya Masaro, Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran (LTPM) ITB melakukan riset pada 2009 mengenai pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar melalui proses pirolisis. Proses pirolisis sampah plastik merupakan proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan katalitik dengan tanpa melibatkan oksigen. Riset tersebut berhasil dan dapat menghasilkan bahan bakar minyak dengan nilai oktan yang bagus.
“Ada tiga fokus riset yang telah dilakukan oleh LTPM yakni pengolahan sampah menjadi penguat jalan aspal (plastipal), dan kedua menjadi BBM, ketiga dari sampah styrofoam menjadi zat pembersih sulfur untuk solar pertamina,” ungkapnya
Skema Industri Masaro
Skema industri pengolahan sampah Masaro sendiri diawali dengan pemilahan sampah oleh masyarakat menjadi beberapa jenis, yakni pertama sampah yang membusuk. Sampah kategori ini dicacah lalu diolah sehingga bisa menghasilkan pupuk organik cair, konsentrat pakan organik cair, dan media tanam dalam polybag.
Kedua adalah sampah plastik film. Sampah kategori ini pertama dilakukan shredding terlebih dulu baru diolah dengan alat tertentu hingga menghasilkan BBM dan Plastipal. Ketiga, sampah daur ulang (plastik kemasan, keras, logam dan kaca). Sampah jenis ini dipilah dan dipress sehingga dapat menjadi bahan baku industri kreatif dan industri daur ulang yg mengolah kembali plastik, logam, kertas dan gelas yang sudah terpilah.
Terakhir untuk sampah bakar, sampah ini dipilah dulu menjadi sampah bakar non B2 atau tidak mengandung bahan berbahaya dan sampah bakar B2. Sampah bakar non B2 menjadi bahan bakar unit produksi BBM dan abu hasil pembakarannya menjadi bahan media tanam. Cara pemanfaatan energi seperti ini telah berhasil menjadikan unit produksi BBM Masaro profitable. Sampah bakar B2 bisa diinsenerasi di insinetator spesial B2 (yang seyogyanya dilakukan oleh Pemda setempat).
Zainal mengungkapkan, hal terpenting dari Masaro adalah kemampuannya untuk mengolah seluruh sampah dan menjadikannya produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi. Seperti pengolahan sampah plastik kresek dan bungkus makanan menjadi bahan bakar minyak pengganti minyak tanah dan penguat jalan aspal, serta pengolahan 1 kg sampah membusuk menjadi 10L pupuk/pakan organik cair yang dapat dimanfaatkan masyarakat utk sawah 1 Ha dari awal sampai panen.
“Melalui skema ini, sampah betul-betul menjadi zero,” katanya.
Saat ini kata Zainal, konsep Masaro, Dsudah diterapkan di Indramayu, Cilegon, dan Cirebon. Responnya sangat baik, dengan kolaborasi antara pemerintah dan industri.
Dengan Masaro, tambahnya, pemerintah bisa lebih menghemat anggaran dalam pengolahan sampah. Bahkan, Pemerintah bisa menghasilakan nilai ekonomi lain dari sampah tersebut.
Produk Masaro berupa pupuk cair bisa diaplikasikan untuk pertanian dan perkebunan. Contohnya, untuk tanaman Padi, hasil panen menjadi lebih banyak dan lebih berkualitas, rumput liar yang tumbuh lebih sedikit, hama sangat berkurang, tanah semakin subur, dan biaya perawatan padi lebih murah hingga 2/3.
Selain itu terhadap buah-buahan, ternyata mampu meningkatkan jumlah dan besarnya buah, terhadap sayuran ukurannya menjadi lebih besar, lebih tahan hama, dan tak mudah layu setelah dipanen. Aplikasi Masaro dapat menghilangkan TPS dan TPA, berpotensi mengurangi beban APBN dan APBD, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam bidang pertanian dan peternakan.[]