JAKARTA, KabarKampus – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap AA Prabangsa, Jurnalis, Radar Bali. AJI menilai, kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia.
“Presiden Joko Widodo memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi terhadap Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa,” kata Abdul Manan, Ketua AJI Indonesia, Rabu, (23/01/2019).
Menurut Manan, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa menjadi satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum.
“Delapan kasus itu, antara lain: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010),” jelas Manan.
Berbeda dengan lainnya, kata Manan, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susarama dengan divonis penjara seumur hidup.
Kemudian, lanjutnya, sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Mereka juga melakukan upaya banding, namun tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010 dan keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.
Namun kini Presiden Joko Widodo, tambah Sasmito, Ketua Bidang Advokasi AJI, melalui Kepres No. 29 tahun 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama. Padahal Susrama juga sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.
Oleh karena itu, Sasmito mewakili AJI mendesak agar, Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. Baginya kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia.
“AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut,” tegas AJI.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.
Dari hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 itu.
Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung.
Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.[]