JAKARTA, KabarKampus – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak pemerintah segera mencabut kebijakan pembatasan akses media sosial. Mereka menilai langkah tersebut tidak sesuai Pasal 28F UUD 1945.
Pada pasal 28F tersebut menyebutkan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Selain itu juga tidak sesuai pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan membatasi akses terhadap media sosial, khususnya fitur penyebaran video dan gambar, setelah terjadi bentrokan di kawasan Thamrin, sejak 21 – 22 Mei 2019. Pemerintah mengaku akan membatasi medsos selama dua-tiga hari ke depan. Pemerintah merujuk pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai dasar hukum mengeluarkan kebijakan ini.
Sasmito Madrim, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, mereka menyadari bahwa langkah pembatasan oleh pemerintah ini ditujukan untuk mencegah meluasnya informasi yang salah demi melindungi kepentingan umum. Namun kami menilai langkah pembatasan ini juga menutup akses masyarakat terhadap kebutuhan lainnya, yaitu untuk mendapat informasi yang benar.
“Kami meminta pemerintah menghormati hak publik untuk memperoleh informasi,” terang Madrim.
Selain itu, Sasmito mewakili AJI juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. AJI menolak segala macam tindakan provokasi dan segala bentuk ujaran kebencian, karena itu bisa memicu kekerasan lanjutan serta memantik perpecahan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi.
“Kami mendorong pemerintah meminta penyelenggara media sosial untuk mencegah penyebarluasan hoaks, fitnah, hasut, dan ujaran kebencian secara efektif, melalui mekanisme yang transparan, sah, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” tegasnya.[]