YOGYAKARTA, KabarKampus – Kalangan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerukan kepada para elit politik dan seluruh elemen masyarakat untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Seruan ini sebagai bentuk sikap sivitas UGM terkait aksi massa yang berakhir rusuh pada 21-22 Mei 2019 lalu.
“Kami para dosen UGM menyerukan kepada para pihak, baik para elite politik dan elemen masyarakat, untuk kembali mengedepankan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945. Marilah kembali ke nilai-nilai kejujuran, integritas dan tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan,” kata Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Rektor UGM saat menyampaikan deklarasi di Balairung, Gedung Pusat UGM, Jumat (24/05/2019).
Panut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menanggalkan sebutan yang kurang patut kepada pihak yang memiliki aspirasi dan preferensi politik yang berbeda. Selanjutnya, meninggalkan penyebaran berita bohong dan saling mendiskreditkan antar anak bangsa.
“Marilah kembali kita bersatu, menjunjung persatuan dan kesatuan serta menjunjung integritas untuk bersama-sama membangun Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu Prof. Sigit Riyanto, Dekan Fakultas Hukum mengatakan, beberapa proses tahapan penyelenggaraan pemilu sudah selesai dengan penetapan pemenang pilpres dan pileg oleh KPU berdasarkan perhitungan perolehan suara terbanyak. Namun begitu, pasca pengumuman, menurut Sigit, ada aksi massa yang berakhir rusuh sehingga ia prihatin atas kondisi tersebut.
“Saya kira ada upaya untuk mengganggu ketertiban dan upaya melakukan pelanggaran hukum yang sangat meresahkan,” katanya.
Selain itu, ia mengimbau semua pihak yang terlibat dalam konstestasi politik untuk menuruti semua koridor hukum, menjauhkan sikap anarki. Selain itu juga menjauhkan upaya untuk menghalalkan segala cara demi untuk menjaga keutuhan, kerukunan dan ketenteraman masyarakat.
“Kembali pada jati diri bangsa dan berpihak pada kepentingan bangsa,” katanya
Selanjutnya, bagi Mohtar Mas’oed perbedaan pilihan politik dan identitas dalam berpolitik merupakan hal yang wajar. Namun sebaiknya elite politik tidak menjadikan perbedaan identitas tersebut untuk memobilisasi massa apalagi menjurus sikap agresif dan anarkis.
“Pelajaran kita ke depan, mobilisasi mesti dikurangi dan dihilangkan, meski identitas tidak bisa dihilangkan, namun jangan dimobilisasi,” ujarnya
Rimawan Pradiptyo, salah satu dosen penggagas pesan damai, mengatakan pesan damai yang disampaikan oleh para dosen UGM ini sebagai bentuk keprihatinan para akademisi dalam menyikapi situasi terkini pasca pengumuman pemenang pemilu oleh KPU.
“Pernyataan ini dibuat dari hasil diskusi 180 orang dosen di grup daring selama kurang dari 48 jam, hal ini menunjukkan besarnya atensi dosen terhadap situasi aksi massa kemarin dan berharap pemerintah dan aparat untuk segera menetralkan situasi,” katanya.[]
Saya cari kuliah online
Saya cari kuliah online