YOGYAKARTA,KabarKampus – Akademisi UGM mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan Revisi UU KPK dihentikan. Mereka menilai RUU KPK yang telah disetujui presiden tersebut, prosedur dan subtansinya dipaksakan serta berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan melanggar amanah reformasi dan konstitusi.
Pernyataan ini disampaikan sivitas akademika UGM di Balairung, Kampus UGM, Minggu, (15/09/2019). Sivitas UGM ini terdiri dari para guru besar, dosen dan mahasiswa.
“Kami meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU KPK,” kata Prof Koentjoro, Ketua Dewan Guru Besar UGM, mewakili sivitas akademika saat membacakan pernyataan sikap.
Ada lima butir sikap yang dibacakan sivitas UGM. Kelimanya yakni mendesak agar segala tindakan upaya pelemahan terhadap KPK dihentikan, mengevaluasi RUU lain yang melemahkan gerakan antikorupsi, dan mengembalikan semangat demokrasi sesuai dengan amanah reformasi dan konstitusi.
Ia menilai, RUU KPK adalah upaya pelemahan KPK. Hal itu karena pengajuan RUU KPK tidak mengikuti prosedur legislasi dan ada upaya secara sistematis melemahkan KPK. Selain itu, gerakan antikorupsi yang agresif dan brutal dalam beberapa pekan terakhir.
Dr. Zaenal Arifin Mochtar, Pegiat Gerakan Anti Korupsi, menilai Presiden Joko Widodo tidak mendapat masukan yang lengkap terhadap rencana revisi UU KPK. Sehingga Presiden dianggap mendukung rencana revisi RUU tersebut.
“Presiden tidak mendapat asupan yang cukup soal RUU ini. Kita punya kesadaran dan itikad bersama untuk mencegah usaha merampok upaya pemberantasan korupsi di negeri ini,”katanya.
Sementara itu Ekonom UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, mengaku telah mengumpulkan petisi dari 2.338 dosen yang berasal dari 33 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia. Petisi itu sebagai upaya menolak RUU KPK dan segala upaya pelemahan terhadap KPK.
“Hingga Sabtu kemarin, terkumpul 2.338 dosen yang sudah memberikan dukungan, ada 344 dosen UGM, 160 dosen UI dan 102 dosen IPB,”katanya.[]