Kemunculan ular kobra di pemukiman warga di Kabupaten Jember, Jawa Timur telah membuat warga resah. Ular-ular tersebut bahkan muncul di masjid dan pertokoan di kawasan tersebut.
Ular kobra memang dikenal berbahaya bagi manusia. Gigitannya bisa menimbulkan kematian bagi manusia.
Ganjar Cahyadi, ahli reptil Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga merupakan Kurator Museum Zoologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB menjelaskan, jika banyak ular ditemukan di suatu lokasi, kemungkinan tempat tersebut merupakan habitatnya atau sebagai area ular mencari makan. Biasanya salah satu makanan ular kobra seperti tikus ada banyak di rumah-rumah warga.
Sementara itu kobra merupakan tipikal ular yang melepas anak-anaknya. Dia tidak menjaga anak-anaknya, karena anak kobra ketika menetas sudah memiliki taring dan kelenjar bisa.
“Jadi sudah bisa mencari makan sendiri,” ujar Ganjar menjelaskan kemungkinan penyebab banyak ular kobra di kawasan rumah warga.
Namun agar bisa mengantisipasi adanya ancaman ular berbisa di sekeliling manusia, masyarakat perlu mengetahui jenis dan prilaku ular berbisa. Ganjar mengatakan, ular yang berbisa, dapat dikelompokkan pada dua famili yaitu Elapidae dan Viperidae.
Ular yang termasuk Elapidae contohnya adalah Naja sputatrix (kobra jawa), Bungarus candidus (ular welang), dan Calliophis intestinalis (ular cabe). Sementara untuk kelompok viperidae, cirinya adalah bagian kepala berbentuk seperti segitiga. Kalau di daun warnanya hijau dan jika di tanah warnanya kecoklatan.
“Ular berbisa memiliki taring yang mengeluarkan bisa. Selain itu dari perilakunya juga dapat terlihat kalau ular berbisa lebih santai dalam bergerak, tapi kalau didekati akan melakukan upaya perlindungan diri atau menyerang. Sementara ular tidak berbisa, tidak memiliki taring dan bila didekati akan kabur,” ujarnya.
Selain itu, ciri lain dari ular berbisa dapat dilihat dari warna atau coraknya. Ular berbisa lebih mencolok warnanya, misalnya ular cabai yang mempunyai garis warna merah di tubuhnya, kemudian ular bungarus memiliki warna hitam putih.
Namun khusus untuk ular kobra, lanjut Ganjar, yang mencolok adalah karena warnanya hitam legam. Perilaku ular kobra, kalau terancam akan menaikkan tubuhnya dan mengembangkan rusuknya.
“Bahkan dapat menyemburkan bisanya ke arah mata,” tambahnya.
Antisipasi Ketika Terkena Gigitan Ular
Menurut Ganjar, ular yang melancarkan gigitan bisa terjadi karena dua faktor. Pertama untuk memangsa, dan kedua untuk mempertahankan diri dari ancaman.
Gigitan ular pun, dijelaskan Ganjar, bisa terjadi dua kemungkinan lain, yaitu gigitan berbisa dan gigitan kering (dry bites). Namun hal itu sulit untuk dijelaskan.
Bila tergigit ular berbisa
Ganjar mengatakan, setiap orang harus waspada setiap gigitan ular mengandung bisa. Oleh karena itu, bila seseorang tergigit ular yang perlu dilakukan pertama kali adalah imobilisasi atau meminimalisasi gerakan pada area yang terkena gigitan ular.
“Perlakuannya seperti pada patah tulang, jadi kita memasang kayu yang diikatkan dengan perban elastis di bagian tubuh yang terkena gigitan,” ungkapnya.
Usahakan, terang Ganjar, area yang tergigit tidak bergerak sama sekali untuk mencegah area peredaran bisa dengan cepat. Akan tetapi jangan diikat terlalu kencang. Setelah dilakukan upaya tersebut, barulah dibawa ke fasilitas kesehatan.
Dijelaskan Ganjar, seringkali ada beberapa tindakan yang salah dalam penanganan terhadap gigitan ular. Saat terkena gigitan ular, melukai lokasi yang terkena gigitan atau membakarnya sangat dilarang karena dapat terjadi infeksi. Dilarang pula menghisap darah di lokasi gigitan karena racunnya dapat termakan.
“Yang paling bagus sesuai saran WHO yaitu imobilisasi di area gigitan,” tambahnya.
Sebagai himbauan, Ganjar menyarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah. Hindari banyaknya tumpukan-tumpukan benda, baik sampah, kardus, atau bekas barang yang seringkali dijadikan rumah bagi ular untuk bersarang.[]