Pada banyak kasus, hasil pemeriksaan swap atau usap dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) kerap yang dilakukan dalam waktu berdekatan kerap kali berbeda. Padahal tes ini merupakan metode yang saat ini paling akurat dalam mendeteksi infeksi virus corona Covid-19.
Lalu apakah penyebabnya? dr. Titik Nuryastuti, M.Si., Ph.D., Sp.MK (K), Pakar Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM menjelaskan, salah satu faktor yang menyebabkannya adalah faktor waktu dan prosedur pengambilan sampel swab. Waktu pengambilan swab yang berbeda bisa memberikan hasil pemeriksaan yang berbeda pula.
Ia mencontohkan, seseorang melakukan tes swab di suatu rumah sakit dengan hasil positif, keesokan dapat menjadi negatif, ketika melakukan swab PCR di rumah sakit berbeda hasilnya menjadi negatif. Ini terjadi karena masa inkubasi virus berlangsung 2-14 hari setelah terpapar virus.
“Kondisi ini disebut sebagai negatif palsu. Ini mungkin terjadi karena jumlah virus yang rendah dan berada di bawah ambang deteksi PCR sehingga memberikan hasil negatif,” jelas Ketua Tim Laboratorium Covid-19 FKKMK UGM ini seperti yang dirilis di laman UGM, Kamis, (10/12/2020)
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji swab PCR. Menurut Titik fasenya meliputi fase preanalitik, analitik dan post analitik.
Fase preanalitik lanjutnya, memberikan pengaruh yang paling besar, seperti proses pengambilan sampel, penanganan dan transportasi sampel sebelum sampai di laboratorium, penyimpanan serta pengiriman sampel. Berikutnya, fase analitik yaitu proses pengerjaan ekstraksi RNA dan PCR itu sendiri.
Terakhir adalah fase post-analitik, yakni tahapan interpretasi hasil dan diserahkan pada pasien. Titik menyebutkan tahapan-tahapan tersebut memengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan tes swab.
“Jadi bisa dari pengambilan sampelnya, prosedur pengambilan sampel, transportasi sampel ke lab dan lainnya. Namun yang paling critical adalah timing saat pengambilan sampel,” urainya.
Titik mencontohkan, dalam proses pemeriksaan swab PCR yang dilakukan di Lab Covid-19 FKKMK/RSA UGM, semua prosedur telah dilakukan sesuai standard WHO/CDC dan dilakukan di lab dengan fasilitas BSL 2 plus. Selain itu, pihaknya telah melakukan uji Pemantauan Mutu Eksternal (PME) ke Litbangkes Jakarta dan lulus 100 %.
Saat ini, Lab Covid-19 FKKMK UGM juga sedang mengikuti tes profisiensi dengan mengerjakan panel isolat yang dikirimkan oleh lab rujukan (Litbangkes). Kemudian untuk kit PCR yang digunakan pun sesuai rekomendasi BNPB dengan sensitivitas dan spesifitasnya bagus, dan terbukti tidak ada reaksi silang dengan virus penyebab infeksi saluran pernafasan yang lain.
“Sebagian sampel yang masuk di lab kami sudah dilakukan sekuensing untuk mengetahui urutan genomnya sehingga membuktikan bahwa proses PCR yang dilakukan memang betul bisa mengamplifikasi gen virus SARS CoV-2 penyebab Covid-19,” katanya.
Sementara itu, terkait perbedaan hasil antar laboratorium, Titik menekankan perlunya mempertimbangkan juga bahwa pemeriksaan swab PCR ini dilakukan dalam konteks penelusuran kontak erat. Apabila hasil uji swab PCR positif tidak perlu dilakukan swab ulangan dalam waktu yang berdekatan.
“Swab evaluasi tidak wajib untuk dilakukan, bila akan dilakukan sebaiknya diambil setelah hari 10,” jelasnya.
dr. Mohamad Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D., pakar virologi FKKMK UGM sekaligus tim Lab Covid-19 UGM menambahkan, bahwa uji swab PCR sangat tergantung pada ketepatan waktu (window period). Misalnya pada hari ke-0 muncul gejala, maka pemeriksaan PCR akan optimal dilakukan di hari ke-3 dan 5 setelah muncul gejala.
Lalu bagaimana menyikapi perbedaan hasil swab PCR ini? Hakim menyampaikan sebaiknya tetap melakukan isolasi mandiri bagi yang tidak bergejala sesuai dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah. Sebab seseorang dengan hasil swab PCR awal positif lalu melakukan uji serupa dalam waktu dekat dengan hasil negatif masih berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 ke lingkungan.
Menurutnya, penemuan banyak kasus positif Covid-19 dengan tanpa gejala atau bergejala ringan ini, sesuai dengan data WHO bahwa saat ini 80 persen populasi di masyarakat sudah terinfeksi Covid-19 dan tidak bergejala atau bergejala ringan saja. []