More

    BEM UI Desak Negara Cabut Pelarangan FPI

    Ilustrasi. Habib Rizieq. Foto : Ahmad Fauzan

    DEPOK, KabarKampus – BEM Universitas Indonesia (BEM UI) mendesak negara untuk mencabut SKB Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Mereka juga mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas.

    Hal tersebut disampaikan BEM UI lewat pernyataan sikapnya pada hari Minggu, (04/01/2021). Dalam pernyataan tersebut juga, mereka mendesak agar Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI juga dicabut.

    Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho mengatakan, prosedur dan landasan atas keputusan dilarangnya FPI tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945.

    - Advertisement -

    “Tidak selarasnya muatan SKB tersebut dapat ditinjau dengan penggunaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang menghapuskan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran organisasi kemasyarakatan,” terang Fajar.

    Pada prinsipnya, lanjut Fajar, demokrasi merupakan salah satu dari 12 prinsip negara hukum sebagaimana diuraikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. Dalam paparannya Prof Jimly mengatakan, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

    “Pasalnya, hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, tetapi menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali. Dengan demikian, negara hukum yang dikembangkan adalah negara hukum yang demokratis,” ungkap Fajar.

    Hal ini lanjut Fajar, menjadi ironi ketika SKB yang diterbitkan guna melarang kegiatan FPI, namun juga memuat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Seperti yang diuraikan dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM tersebut menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum yang sama di depan hukum.”

    “Poin tersebut menjadi wujud dari pertentangan ketika dibersamai dengan UU Ormas yang dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan melalui Menteri Hukum dan HAM, tanpa putusan pengadilan,” tegas Fajar.

    Oleh karena, terangnya, negara dapat secara sewenang-wenang membubarkan
    organisasi kemasyarakatan tanpa pengawasan atau proses pengadilan sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari prosedur pelarangan dan pembubaran Front Pembela Islam melalui SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.

    Selain itu, menurut Fajar, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) juga telah mengeluarkan aturan teknis implementasi kebijakan terkait SKB tersebut dalam bentuk Maklumat Kapolri No. 1/Mak/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI. Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

    Padahal, menurut Fajar, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM. Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam
    ranah elektronik.

    Sehingga BEM UI mendesak negara mencaut SKB dan Maklumat Kapolri tersebut yang melarang kegiatan dan penggunaan simbol FPI. Mereka mengecam segala tindakan pembubarakn organisasi kemasyarakatan tanpa proses pengadilan seperti termuat dalam UU Ormas.”mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa
    proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas;

    “Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaian hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum,” tegas Fajar dalam tuntutannya.

    Selain itu Fajar dan teman-teman juga mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang. Kemudian mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here