AHMAD FAUZAN
Namanya Asnih (44), biasa disapa dengan Aas, bekerja sebagai petugas kebersihan di kampus Universitas Indonesia, Depok. Setiap hari Aas bertugas membersihkan jalan utama, termasuk trotoar dan rumput. Dari halte pos keamanan hingga halte fakultas kesehatan masyarakat, sepanjang 500 meter. Siang itu Aas ditemani Titin (41) tengah membersihkan daun kering di trotoar, sebelumnya ia telah membersihkan jalan beraspal.
Tiada waktu berleha leha, pekerjaannnya selalu diawasi mandor, bila terlihat santai dan sampah masih banyak, ia akan ditegur. Aas bekerja dari pukul 07.00 hingga 15.00. Ia memiliki waktu beristirahat 1 jam, pada pukul 12 siang. Kalau sedang beristirahat Aas dan petugas kebersihan UI akan berkumpul bersama.
Hari itu cuaca panas, kerudung, kain penutup hidung, sarung tangan adalah pakaian wajibnya . Aas menunjukkan belang di kulitnya, “Bila nggak pake sarung ini, tangan akan belang,” tutur Aas.
Setiap hari Aas diwajibkan menggunakan kaos lengan panjang, berwarna hijau muda bertuliskan CV. Trijaya Putra, nama perusahaan yang mempekerjakannya. Karena kaos tersebut hanya satu dan digunakan selama 5 hari, Senin-Jum’at ia selalu menggunakan pakaian rangkap dua, “Pake rangkap dua, biar tidak bau keringat,” tuturnya mencium kaos yang ia pakai.
Aas adalah petugas kebersihan paling lama diantara sekitar 40 petugas kebersihan lain. Ia bekerja sejak tahun 2001. Gaji pertamanya adalah 7500 rupiah perhari. Seiring waktu ia pun mengalami kenaikan gaji sebesar 1000, 1500, dan 2000 rupiah pertahun.
Hingga saat ini gaji itu mencapai 20.000 rupiah per hari.
Ia menerima gaji setiap Jum’at sore sebesar 100.000 rupiah. Namun hari Senin, Aas sudah mengeluh tak punya uang. Uang itu habis dipakai untuk 5 kg beras, ½ kg minyak kelapa, dan kebutuhan dapur lainnya.
Untuk menghemat, Ibu pendiam ini berangkat kerja dengan berjalan kaki selama satu jam dari kampung Nenggela ke stasiun Bojong Gede. Kemudian naik kereta api ke kampus UI depok. Kadang ia tidak dimintai tiket oleh petugas tiket yang mengenal dan tahu pekerjaan Aas.
Baginya ongkos sekali naik angkot dari rumahnya ke stasiun Bojong Gede sebesar 3000 rupiah terlalu mahal, belum lagi ongkos kereta 1500 rupiah.
Aas memiliki 3 orang anak, anak pertama bernama Anan (23) bekerja di cucian motor, Aji (18) menjaga penyewaan sepeda di kampus UI, dan Dewi (16) baru lulus SMP dan menganggur di rumah.
Aas adalah istri kedua, ia mengaku jarang diberi uang oleh suaminya yang bekerja menjual daun singkong dan lalapan lain di pasar. Suami pertamanya telah meninggal dunia ketika Anan kelas 2 SD dan Aji berusia 2.5 tahun.
Siang itu menunjukkan pukul 12.00, saatnya istirahat dan makan siang, seluruh petugas kebersihan menuju bedeng atau gudang tempat mereka beristirahat. Di bedeng ini para ibu petugas kebersihan, pemotong rumput, mandor dari CV. Trijaya Putra berkumpul. Mereka bercanda dan melepas lelah. Air panas telah disiapkan di atas tungku, Aas mengambilnya dan membuat teh, serta melalap nasi dan tempe yang dibawa dari rumah.
Aas tak banyak bicara, ia tak lulus SD, menyapu dianggapnya pekerjaan yang mudah. Dibenaknya menjadi petugas kebersihan adalah satu-satunya pekerjaan. Keinginannya hanyalah gajinya naik menjadi 30 ribu rupiah per hari.
“Biar bisa naik angkot,” tutur Aas malu-malu.[]