The World Justice Project mengungkapkan Indonesia berada diurutan ke-12 dari 13 Negara, sebagai negara terkorup setelah Kamboja di Negara Timur dan Asia Pasifik, (13/6/2012). Pada tahun 2011, tercatat beberapa kasus besar korupsi mendominasi pemberitaan media massa antara lain, Gayus Tambunan. Gayus terlibat dalam suap pajak yang merugikan negara sebesar Rp.28 miliar. Sementara Muhammad Nazaruddin, diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Sea Games di Palembang yang merugikan negara Rp.6 trilyun, dan Nunun Nurbaeti dengan kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.
Contoh-contoh kasus di atas menyebabkan citra pemerintahan SBY-Boediono buruk. Dianggap tidak becus memberantas korupsi. Hal yang paling terpuruk dalam hubungan antara rakyat dan negara, hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan.
Di tengah maraknya kasus korupsi di Indonesia, Universitas Paramadina menjadikan isu korupsi menjadi mata kuliah di kampusnya. Tentu menjadikan isu korupsi sebagai mata kuliah bukanlah hal mudah. Namun usaha ini dapat dianggap sebagai bentuk paling nyata dari dunia kampus untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dan Pramadina menjadi kampus pertama di Indonesia dan di dunia yang menjadikan Anti Korupsi menjadi mata kuliah wajib, 2 SKS. Dimulai Sejak tahun 2008, hingga sekarang gagasan mata kuliah anti korupsi mengilhami banyak kampus di Indonesia.
Salah satu penggagasnya adalah Asri Issa Sofia, dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina. Saat ini ia menjadi koordinator untuk mata kuliah tersebut. Ia juga menjadi salah satu penulis buku terbitan Paramadina berjudul ‘Korupsi Mengorupsi Indonesia.’ Dalam salah satu babnya ia menulis tentang Pendidikan Anti Korupsi.
Reporter KabarKampus, Ahmad Fauzan bertemu dengan Asri Isa Sofia di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Jum’at (06/01), untuk berbincang mengenai persoalan pendidikan anti korupsi di Paramadina.
Berikut adalah petikan wawancaranya :
Mengapa Universitas Paramadina Menjadikan Anti Korupsi Menjadi Mata Kuliah Wajib?
Paramadina melihat korupsi menjadi prestasi di Indonesia. Indonesia salah satu negara yang paling korup di dunia, sedangkan pemerintah selalu menekankan penindakan. Walaupun mereka ditindak, kenyataannya masih saja bermunculan kasus korupsi lain, baik di Jakarta maupun di daerah. Artinya ada sesuatu yang salah. Kami melihat pencegahan belum menjadi perhatian pemerintah. Sementara kami di perguruan tinggi bisa memberi kontribusi dengan cara mendesain sebuah mata kuliah anti korupsi.
Mengapa harus menjadi mata kuliah?
Karena mata kuliah ini akan terus diikuti mahasiswa sampai berminggu-minggu, kami mendesain ini sebagai wajib bukan pilihan. Kalau pilihan hanya mahasiswa yang berminat saja yang mengambil, dan peminatnya bisa saja sedikit. Dan jurusan apa pun harus mengambil mata kuliah ini.
Kami ingin mencegah, basisnya adalah kekhawatiran, karena mahasiswa adalah anak-anak muda yang belum tercemarkan oleh korupsi di lapangan. Konteks pencegahan itu untuk membangun karakter, kepribadian anti korupsi, bukan pada pasal-pasal. Yang kami targetkan adalah membangun pribadi anti korupsi.
Yang kami didik adalah anak muda, jangan sampai mereka jadi koruptor, kami punya istilah yang mungkin paling tepat bahwa ini untuk memutus suplai koruptor, kami ingin memutus korupsi di situ.
Apa yang diberikan kepada mahasiswa?
Kami meramu tidak hanya teori, karena teori itu membosankan. Pertama, belajar konsep dan teori di kelas. Bagaimana mau mencegah kalau tidak tahu konsepnya, teori ini hanya setengah semester. Kedua, ke Pengadilan Tipikor untuk melihat langsung situasi sidang. Yang kami harapkan mereka akan punya internalisasi ketika melihat sidang, punya kesan kuat, punya kemauan untuk tidak duduk di kursi terdakwa. Hal itu akan terbangun sendiri, betapa rumitnya dicecar dalam sidang, melihat terdakwa yang pucat pasi. Kemudian kami meminta mereka menulis opini, dari sana kami menangkap banyak mahasiwa menulis “jangan sampai kami kelak di sana, di kursi terdakwa.” Ketiga, mahasiswa melakukan investigasi keluar, mereka diminta melakukan investigasi secara berkelompok, menginvestigasi korupsi kecil-kecilan. Temanya sangat beragam, seperti pembuatan KTP, SIM, dan tilang, bahkan di kuburan, ketika orang harus membayar mahal untuk mendapatkan posisi makam yang diinginkan.
Disinilah yang kami bilang antara konsep di kelas, di pengadilan, dan di lapangan, dengan ini mereka akan punya perspektif yang lebih kuat ketika mereka punya pengalaman langsung.
Bagaimana antusias Mahasiswa terhadap Mata kuliah in?
Justru antusiasnya besar, mata kuliah ini dibuat menarik, tidak membosankan. Ada semacam kompetisi di dalamnya, mereka diibaratkan menjadi detektif. Kemudian hasilnya dipresentasikan di kelas kepada teman-temannya, dari seluruh kelas kami ambil yang terbaik, dari yang terbaik dipresentasikan di aula. Selain itu pada mata kuliah ini ada diskusi film, diskusi dengan pakar dan artis. Jadi ada variasi yang membuat mata kuliah ini jadi menarik. Bahkan ini menjadi mata kuliah favorit mahasiswa.
Seperti mahasiswa yang di kelas apapun secara teori agak malas, namun ketika mengikuti investigasi dia menjadi nomor satu, anak itu lebih berani. Mata kuliah apapun, kalau ada efek prateknya tidak hanya di kelas, akan memunculkan karakter mahasiswa yang lebih bagus.
Menurut Anda efektikah mata kuliah ini?
Kami melakukan penelitian, kami bagikan pertanyaan ke mahasiswa, yang kami teliti adalah mahasiswa yang sudah satu tahun mengambil mata kuliah itu. Kami kejar lagi mahasiswa itu, kami berikan pertanyaan basis teori ideologi dan lain-lain. Ada tiga hal, pertama, anti korupsi masih melekat pada diri mereka. Kedua, mereka masih sangat sadar bahwa norma-norma sosial di luar itu akan mendukung mereka kalau mereka bersikap anti korupsi. Mereka masih memegang sikap anti korupsi, mereka tahu norma hukum, norma sosial masyarakat, norma agama, sehingga bila mereka anti korupsi akan didukung msyarakat.
Cuma yang mengejutkan adalah yang ketiga, yang jadi PR kita semua, ternyata mereka tidak percaya diri, komitment-nya jadi berkurang untuk bersikap anti korupsi di luar, karena di luar budaya korupsi masih sangat kuat, seperti dalam mengurus KTP, kalau tidak membayar, KTP tidak bisa didapatkan.
Mahasisiwa di kampusnya sudah bagus, begitu keluar ternyata sistem tidak mendudukung. Ini bukan percuma, namun pendidikan akan kurang efektif bila pemerintahan instansi kecil akan tetap begitu, kecuali kita labrak bersama. Kesimpulan besarnya adalah pendidikan anti korupsi tidak bisa berjalan, tanpa refomasi di luar, ini adalah PR kita bersama.
Peran Perguruan tinggi mencegah korupsi?
Peluang perguruan tinggi untuk mencegah korupsi itu besar, ketika mereka lulus kuliah memasuki dunia kerja, masuk bidang politik, ekonomi, mereka akan menjadi pemimpin yang beritegritas seperti yang diharapakan. Kalau mereka punya perusahaan, mereka akan membuat sistem yang tidak koruptif, begitupun kalau mereka jadi pegawainya. Kalau sudah punya pribadi yang berintegritas insya Allah hal itu tidak hanya hanya untuk untuk pribadi, namun bisa mengeluarkan kepada sistem. Yang kami harapkan mereka menajadi agen of change.
Kalau di Kampus Paramadina Sendiri, Sistem Trasnparansi nya gimana?
Dengan mengadakan ini, kami bertahap untuk membersihkan diri, jadi tidak menunggu bersih dahulu baru bikin pendidikannya, karena kami membuat pendidikannya, inilah tantangannya. Selama ini dari pengalaman diskusi yang takut untuk menggulirkan mata kuliah ini karena belum merasa bersih. Selama 4 tahun, kampus pun mulai bertahap membuat sistem yang transparan, kalau diantara bagian ingin meminta keterangan harus ada kesedian untuk memberikan.
Mahasiswa juga pernah menginvestigasi dugaan korupsi beasiswa yang dikelola Paramadina, kelompok ini pikir uang tersebut ditahan oleh direktorat kami, karena menurut mahasiswa, beasiswa harus diberikan semuanya, tidak bertahap. Kenapa kampus memberikannnya persebulan, setelah ditelaah, diberikan report, diberikan secara bertahap untuk mendidik mahasiswa, kalau semuanya diberikan semua akan langsung habis, kami mempunyai tanggung jawab ke donor untuk memastikan uang ini digunakan mahasiswa hingga lulus tiap semester.
Optimiskah Indonesia terbebas dari korupsi?
Kalau dari sisi pendidikan saya optimis, apalagi sekarang makin banyak dukungan, tapi yang justru mengurangi optimisme saya adalah perbaikan sistem di luar yang butuh niat baik dari pemerintah dan dari orang orang di luar sana.
Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri tanpa perbaikan sistem. Akan lebih optimis kalau sistem diluar mendudukung. Pendidikan antik korupsi ini akan mengurangi korupsi, karena pendidikan dasarnya optimis, kalau kita pesimis mendingan tidak ada pendidikan anti korupsi. Kami membangun optimisme pada diri kami dan menularkan pada mahasiswa. Bahwa kami mencoba memotong suplai koruptor dengan optimisme, hal itu akan mengurangi ancaman korupsi di Indonesia. Dan Indonesia yang bebas korupsi , dengan catatan harus ada perbaikan sistem di luar.[]