Aditya Arif Setiawan
Mobilitas kaum urban yang tinggi memaksa kita untuk bergaya hidup serba praktis, termasuk dalam hal pengunaan popok. Popok digunakan untuk menyerap pipis bayi agar tidak tumpah ruah di kasur, karpet ataupun lantai. Popok sekali pakai dianggap lebih praktis karena kita hanya perlu beli-pakai-buang. Bandingkan dengan popok kain yang harus beli-pakai-cuci-jemur-setrika-pakai lagi-cuci lagi. Kita akan membahas mengenai dampak negatif penggunaan popok sekali pakai terhadap lingkungan. Hal ini menjadi penting untuk dibahas mengingat kita, generasi muda, berperan sebagai calon ayah dan bunda.
Dampak yang jelas terlihat adalah peningkatan jumlah tumpukan sampah. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) setidaknya ada 30 juta balita pada tahun 2012. Dengan asumsi pribadi dan hitungan matematika sederhana, mari kita hitung sampah yang mungkin dihasilkan. Jika sepertiga dari balita yang ada menggunakan 2 popok sekali pakai per hari, bumi kita harus menampung sekitar 20 juta popok bekas per hari. Sampah yang dihasilkan sekitar 600 juta popok bekas per bulan atau 7,2 milyar per tahun. Dengan popok seberat 30 gram (berdasarkan hasil percobaan), kita menghasilkan sampah seberat 216.000 ton sampah/tahun.
Menumpuknya sampah popok bekas tentu menjadi masalah kita bersama. Belum lagi pengguna yang membuang popok bekas ke sungai sehingga memungkinkan daerah sekitar rentan kebanjiran. Tidak hanya itu, popok sekali pakai juga sulit terurai di dalam tanah karena mengandung bahan plastik.
Sudah jelas bahwa penggunaan popok sekali pakai jauh dari label ramah lingkungan. Akan lebih baik jika kita beralih menggunakan popok kain untuk si kesayangan. Namun, bukankah penggunaan popok kain akan meningkatkan konsumsi air untuk mencuci ? Benar, tetapi setidaknya popok kain memenuhi dua unsur pencegahan global warming yaitu pemakaian kembali (reuse) dan pengurangan pemakaian plastik (reduce). Selanjutnya, dengan penataan drainase yang baik penggunaan popok kain juga dapat dibarengi dengan melakukan daur ulang air cucian (recycle).
Sebagai generasi muda, kita harus mempersiapkan diri menjadi orang tua yang ramah lingkungan. Budayakan si buah hati untuk jadi generasi hijau sejak usia balita. Jadilah orang tua yang mencintai alam sama seperti mencintai anak sendiri.[]