Mega Dwi Anggraeni
Bandung, KabarKampus – Bagi banyak orang, menulis buku adalah sebuah tantangan besar. Termasuk bagi sejumlah remaja di kota Bandung ini.
Sebanyak 14 siswa-siswi kelas delapan menulis buku catatan perjalanan untuk dijadikan buku. Para remaja tersebut merupakan siswa di Rumah Belajar Semi Palar (Smipa) kota Bandung. Catatan perjalanan itu ditulis saat mereka melakukan perjalanan ke dua kota di Jawa Tengah.
Wienny Siska, Pendamping Rumah Belajar Smipa mengatakan menerbitkan buku merupakan ide gila. Dirinya mengaku cukup kesulitan meyakinkan para siswanya untuk menuliskan catatan perjalanan besar mereka.
“Ketika awal ide menulis buku muncul, anak-anak ini sempat ragu. Tetapi kami terus memaksa mereka untuk menulis setiap hari, mendeskripsikan semua dalam bentuk tulisan setiap hari,” katanya di Roemah Seni Sarasvati, Bandung, Minggu (15/6/2014).
Menurut Wienny, dia memberi tantangan kepada ke-14 orang siswa kelas delapannya untuk menulis. Dia meminta mereka memilih, membagi pengalaman yang mereka dapat melalui tulisan atau membiarkan pengalaman tersebut menguap begitu saja.
“Ini bukan hal yang mudah. Apalagi selama lima hari lima malam, mereka harus terus menulis setiap hari. Walau akhirnya mereka setuju, tapi mereka juga merasa kesal karena wajib menulis. Sampai ada yang hanya mengirimkan tulisan sebanyak dua alinea,” ujarnya.
Yang menarik, lanjut Wienny adalah salah seorang muridnya merupakan orang yang jarang bicara. Tetapi ketika dia menerima tulisan dari sang siswa, Wienny mengaku heran dan terkejut sendiri dengan karya tulisnya.
“Mengerikan, kenapa Evan bisa menulis seperti ini ya? Tulisannya bagus,” imbuhnya.
Dengan upaya dan dorongan kuat, Wienny berhasil meyakinkan Viola Kinanti, Sebastian Evan, Rico Sutioso, Nisrina Hanna, Natasha Janice, Mayla Fastya, Lian Kyla, Kevin Lie, Jeremy Bryan, Isyanti Rahamaya, Gio Sarsono, Asyafa Mutia, dan Angelita Zipora untuk menulis.
Melalui lembar-lembar catatan perjalanannya, Kinan dan ke-13 temannya berbagi pengalaman. Mereka tidak membiarkan pengalaman yang mereka dapat menguap begitu saja. Mereka membagikan pengalaman perjalanan yang dilakukan ketika berusia 13 tahun itu dengan buku setebal 328 halaman, berjudul Menelusuri Jejak Mataram.[]