Fauzan
YOGYAKARTA, KabarKampus – Ir. Imam Prasetyo, M.Eng., Ph.D., Dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM berhasil mengembangkan teknologi penyimpanan gas sistem cartridge (tukar pasang) dengan adsorpsi gas lewat karbon berpori. Riset teknologi tepat guna ini diharapkan mampu menjadi solusi untuk menjawab tantangan penerapan kebijakan konversi BBM ke BBG di Indonesia di masa mendatang.
Seperti diketahui, BBG dalam tabung penyimpanan konvensional memiliki tekanan hingga 200 bar. Tekanan gas yang begitu besar tersebut selain memberatkan kendaraan, juga berisiko sewaktu-waktu meledak apabila kualitas tabung kurang bagus.
“Kondisi lalu lintas di Indonesia dengan membawa tangki dengan tekanan 200 bar sangat berisiko. Di samping tadi itu, tangkinya menjadi berat karena bahannya lebih tebal,” ungkap Imam di Fakultas Teknik UGM, Kamis (04/09/2014).
Imam menjelaskan, inovasi penyimpanan tabung BBG yang ia buat menggunakan sistem karbon berpori. Dia mengklaim, selain harganya yang lebih murah, aman, dan tidak perlu menggunakan bahan tabung yang lebih tebal bahkan diameter tabung relatif lebih kecil. Kerena lebih kecil, penempatannya sangat fleksibel untuk ditempatkan pada kendaraan.
“Tangkinya bisa dari bahan Stainless Steel, intinya dengan sistem ini, tangki BBG tekanannya lebih rendah, bahan lebih tipis, lebih murah, dari sisi kemanan jauh lebih baik. Kemudian, biaya kompresi juga lebih rendah” kata dosen berusia 42 tahun lalu ini.
Adapun teknologi Adsorbed Natural Gas (ANG) yang dikembangkan Imam ini, salah satu keunggulannnya adalah kemampuan mengurangi tekanan gas pada tangki BBG hingga ratusan bar. Gas pada tangki BBG yang dibuatnya ini terikat oleh karbon berpori yang dimasukkan ke dalam dasar tabung.
Bahan karbon berpori tersebut terbuat dari polimer yang dipirolisis (pemanasan tanpa udara). Polimer yang berukuran nanometer ini, bisa menyesuaikan ukuran gas yang akan disimpan dengan cara mengatur komposisi polimer.
“Jaringan pori berbahan polimer ini berukuran nanometer sehingga bisa menyerap dan mengakumulasikan molekul gas di dalamnya,” paparnya.
Hasill penelitian yang sudah berlangsung lebih dari 3 tahun ini memiliki keunggulan, yakni jarak molekul gas lebih renggang, sementara cairan jarak molekulnya lebih rapat. Apabila gas mendapat tekanan, maka jarak antar molekulnya makin mendekat, lalu saling menempel hingga menjadi cairan dengan cara dikompresi lewat tekanan tinggi.
Nah, dengan menggunakan material berpori, molekul gas alam masuk mengisi pori-pori seperti termampatkan. Bedanya, molekul yang masuk ke pori-pori tersebut dalam ukuran nano. Efeknya seperti terkompresi sehingga tekanan gas jadi menurun. “Hasil inovasi saya, bisa menyimpan gas dengan sejumlah yang sama tapi dengan tekanan yag rendah. Karena terjadi efek pemampatan akibat pori-pori tadi,” paparnya seraya mengibaratkan satu gram karbon berpori memiliki total luas pori-pori seukuran luas lapangan sepabbola.
Kendati belum mengujinya dengan ditabrak atau dibakar pada kendaraan, namun Imam yakin produk ANG ini terbilang aman dari bahaya ledakan karena tabung BBG hanya membutuhkan tekanan 30-40 bar. Sementara tabung kendaraan berbahan bakar gas yang ada saat ini umum tekanan gasnya capai 200-250 bar. “Karbon yanga da di tabung BBG ini mampu menyimpan sejumlah metana yang sama pada tekanan 30-40 bar yang jauh lebih rendah daripada penyimpanan ekonomis metana di CNG yang mencapai 200-250 bar,” ungkapnya.
Sistem Cartridge
Tabung BBG yang kini dikembangkan oleh Imam menggunakan sistem cartridge atau bisa tukar pasang. Apabila nantinya bisa diproduksi massal, Imam mengatakan masyarakat tidak harus antri di stasitun pengisian bahan bakar gas atau SPBG. Melainkan bisa membelinya seperti membeli tabung gas LPG.
“Tabung sangat fleksibel, sangat memungkin mendukung konversi BBM ke BBG, hanya persyaratannya gas tidak boleh mengandung uap air. Jika mengandung uap air akan menutupi karbon,” tegasnya.[]