More

    Dengan Bukti Baru, KPK Tetap Bisa Tetapkan Kembali BG Sebagai Tersangka

    Pakar Hukum Pidana UMY. Dok. UMY
    Dr. Trisno Raharjo, Pakar Hukum Pidana UMY. Dok. UMY

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Meski Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi mengabulkan permohonan Budi Gunawa dan menyatakan status tersangka BG tidak sah, KPK tetap bisa menetapkan kembali status tersangka BG dengan penambahan alat bukti baru.

    Dr. Trisno Raharjo, SH., M.Hum, Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan, walaupun pengadilan mengabulkan permohonan BG dan menyatakan status tersangkanya tidak sah, KPK tetap bisa menetapkan kembali BG dengan penambahan alat bukti baru. “Hakim menyatakan tidak sah Surat Perintah Penyidikannya (Sprindik), berarti sprindik itu tidak lagi berlaku terhadap status tersangka BG. Tetapi saya katakan bahwa dengan tidak jadinya tersangka bukan berarti tidak mungkin dia jadi tersangka kembali.  Ada peluang dia kembali menjadi tersangka jika kemudian bukti itu disusun kembali oleh KPK dan mengarah kepada kasus BG,” kata Trisno.

    Menurut Dekan Fakultas Hukum UMY ini,  hilangnya penetapan tersangka dari sidang Praperadilan tidak berarti jika suatu waktu BG tidak bisa jadi tersangka kembali. Potensi kembali jadi tersangka itu ada jika KPK menambah dengan alat bukti lain untuk mendukung alat bukti yang telah dilemahkan di pengadilan.

    - Advertisement -

    Trisno mengatakan, status tersangka BG kekuatan hukumnya hanya Sprindik yang dikeluarkan oleh KPK. Jika KPK punya keyakinan bukti-bukti lain itu ada, dan lebih banyak dan kemudian bisa diolah ulang. Maka kemungkinan tersangkanya bisa ditetapkan kembali.  “Tetapi hal ini juga merupakan wewenang KPK, apakah KPK akan menetapkan kembali BG atau tidak,” jelas Trisno.

    Selanjutnya, kata Trisno, Bila dirinya ditetapkan kembali sebagai tersangka, BG juga mempunyai hak kembali untuk mengajukan praperadilan. “ Tetapi jika hal tersebut disetujui oleh hakim, hakimnya kan belum tentu hakim yang sama, bisa saja hal itu tidak disetujui oleh hakim, dan bisa pula disetujui. Ini sepenuhnya wewenang pengadilan untuk menguji permohonan yang diajukan. Maka kasus seperti ini bisa-bisa berputar disitu saja,” jelasnya.

    Soal wacana untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK), ia mengatakan, hal tersebut secara normatif tidak dapat dilakukan. Tapi upaya hukum itu boleh saja. “Sebenarnya tidak ada ruang PK, ini pendapat saya. Tetapi yang namanya hukum itu boleh saja kalau mau dicoba, sama dengan BG, inikan dia mencoba, tapi yang akan menderita sistemnya,” terang Trisno.

    Menurut Trisno, peninjauan kembali itu tidak dimaksudkan untuk perkara praperadilan. praperadilan itu berbicara suatu yang sederhana, berbicara tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan. Ini diuji tidak untuk bertingkat-tingkat, ini cukup satu kali, kita harus menerima apapun putusannya.

    Di sisi lain, Trisno menilai apa yang dilakukan BG memiliki manfaat untuk perkembangan hukum di Indonesia. H​al ini menjadi berpeluang bagi setiap orang yang menjadi tersangka untuk mengajukan praperadilan untuk menguji penetapan tersangka terhadap dirinya sebagai calon tersangka. Akan tetapi nantinya menjadi persoalan hakim yang bisa konsisten atau tidak terhadap hal tersebut. “Apakah hakim mau karena yang mengajukan seorang BG atau hal ini bisa berlaku untuk semua orang, sehingga hal seperti ini mempertaruhkan sistem hukum dan kredibilitas hakim.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here