ABC AUSTRALIA NETWORK
Ges d’Souza

Prihatin dengan radikalisasi di kalangan remaja muslim Australia dan pengalaman traumatiknya sebagai korban pengungsi perang di Lebanon, dokter asal Sydney ini berani secara terbuka bersuara keras menentang ISIS.
Dr Jamal Rifi, merupakan dokter sekaligus tokoh masyarakat Lebanon di Australia yang menuai pujian dan kritik karena sikapnya menentang dan mengecam kelompok radikal ISIS.
Mungkin ini bukan peran yang diangankan dr. Rifi ketika tiba di Australia 30 tahun lalu, untuk bisa mendapatkan kesempatan kuliah di Sekolah Kedokteran Sydney.
“Jamal merupakan dokter dan itulah kecintaan terbesarnya dan ketika melihat dia melakukan tugasnya, niscaya Anda akan mendapati dia melakukan tugasnya sebaik mungkin,” kata teman, pasien dan mantan kepala sekolah di Punchbowl Boys High, Jihad Dib.
Selama lebih dari 30 tahun, dr. Rifi dikenal sebagai tokoh masyarakat muslim Lebanon di Barat Data Sydney. Ia memberikan lebih dari sekadar layanan kesehatan bagi warga sekitarnya, tapi juga membantu mengisi formulir, memediasi konflik dan sebagainya.
Namun sekitar setahun terakhir, dr. Rifi kerap menjadi sorotan media nasional sebagai tokoh yang paling bersemangat dari kalangan masyarakat muslim yang menentang dan mengecam perbuatan barbar kelompok ISIS.
Setelah mengecam warga Australia yang ikut berperang bersama ISIS, Khaled Sharrouf, karena mempertunjukan kepala orang yang telah dipenggalnya, dia mendapat surat ancaman dari simpatisan ISIS.
Menteri Layanan Sosial dan Mantan Menteri Imigrasi, Scott Morrison menyebut dr. Rifi sosok pemberani. “Itu merupakan tindakan yang sangat berani dilakukan dr. Rifi,” kata Morrison.
“Saya bisa mengecam, Perdana Menteri juga bisa mengecam, dan kami memang harus melakukannya. Tapi bagi seorang yang menanggung resiko di masyarakatnya, kecaman seperti itu merupakan tindakan sangat berani,” tambahnya.
Keluarga dr. Rifi sangat mengkhawatirkan keselamatannya setelah menerima ancaman tersebut.
“Ketika dia menerima ancaman pembunuhan, saya marah kepadanya karena ancaman itu juga turut dialamatkan kepada saudara kandung saya dan sekolahnya,” kata anak tertua dr. Rifi, Nemat.
Sementara isterinya, Lana mengaku khawatir seseorang akan masuk ke ruang operasi untuk mencelakainya karena area itu terbuka dan merupakan kawasan publik.
Dr Rifi juga berperan penting dalam membantu keluarga yang anak-anaknya dalam posisi yang berbahaya karena radikalisasi.
“Inilah inti dari segala yang kita upayakan, yakni mencegah anak muda terjerat dalam ideologi radikal dan dirampas dari keluarga mereka,” katanya.
Ketika empat anak laki-laki dari keluarga El Baf di Sydney pergi untuk bergabung dengan ISIS di Suriah, keluarganya meminta bantuan dr. Rifi.
Morrison mengatakan, dia ingat dr. Rifi meneleponnya dan mencari tahu tentang anak laki-laki keluarga El Baf.
“Kami melacak mereka, tetapi mereka akan sudah terlanjur mendapatkan jalan ke Turki dan saat itu mereka jelas akan pergi ke Suriah.”
Namun sikap dr. Rifi juga turut menuai kritik seperti disampaikan akademisi Dr Yassir Morsi, yang memiliki pandangan berbenda dengan dr. Rifi.
“Dia sosok yang memecah-belah, tidak akan mungkin mampu menyelesaikan masalah radikalisasi dengan cara itu,” katanya.
“Ada banyak orang yang tidak suka dengan komentar dan pendapatnya dan menganggap dia telah melakukan kesalahan,” jelasnya lagi.
Dr Rifi pertama kali menjadi perhatian media pada tahun 1990-an ketika ia mengutuk insiden pidana ringan yang ditujukan kepada masyarakat Lebanon.
Dia langsung menjadi roda penggerak penting dalam membangun kembali hubungan masyarakat setelah Kerusuhan Cronulla pada tahun 2005. Mantan Menteri Utama, NSW Morris Iemma, yang juga seorang pasien, mengingat peristiwa kerusuhan itu.
“Dia menggulung lengan bajunya, ia meninggalkan praktek medis dan datang dengan ide besar mengenai regu penyelamat pantai,” kata lemma.
Ia kemudian memberikan kursus atau pelatihan menjadi regu penyelamat pantai kepada pemuda Muslim dan perempuan untuk menjadi penyelamat di Pantai Cronulla.
“Secara simbolis itu sangat penting dan itu menjadi simbol yang penting,” kata Iemma.
Dr Rifi mengaku penentangannya terhadap aksi kelompok radikal ISIS dilatarbelakangi oleh kengeriannya terhadap perang, mengingat ia merupakan orang yang dibesarkan di tengah perang saudara di Lebanon pada 1970-an.
Kematian saudaranya yang masih bayi akibat anafilaksis terhadap suntikan memotivasi keinginannya untuk menjadi seorang dokter.
Tidak dapat melakukan gelar medis di negara asalnya karena pertempuran, ia akhirnya mulai studinya di Rumania.
“Saya seorang dokter keluarga, dan saya sudah memberitahu teman dan pasien kalau saya hanya berpraktek pada jam 9 pagi sampai 5 sore,” katanya.
“Tapi pada prakteknya saya adalah dokter selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.” []
Hanya bisa terkagum atas usaha penentangan ISIS yang dilakukan oleh dr. Rifi.