More

    Pakar Hukum UGM Dukung Penundaan Eksekusi Mati Mary Jane

    Ilustrasi aksi menolak hukuman mati bagi Mary Jane dan buruh migrant Indonesia di luar negeri. Foto : Fauzan
    Ilustrasi aksi menolak hukuman mati bagi Mary Jane dan buruh migrant Indonesia di luar negeri. Foto : Fauzan

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum, Pakar hukum pidana UGM mendukung penundaan eksekusi  Mary Jane Veloso, terpidana mati asal Filipina. Ia menilai dengan ditangkapnya Maria Kristina Sergio yang mengaku sebagai perekrut Mary Jane, nantinya bisa ditemukan fakta hukum yang memungkinkan munculnya putusan baru dari pengadilan.

    “Jika benar yang mengaku itu adalah perekrut dan memperdaya Mary Jane membawa heroin ke Indonesia maka muncul fakta hukum baru,”papar Marcus kepada wartawan, Rabu (29/04/2015).

    Marcus mencontohkan, fakta hukum baru tersebut antara lain apakah Mary Jane memang benar-benar diperdaya untuk membawa heroin ke Indonesia atau tidak. Ia berpandangan jika kepastian hukum dibenturkan dengan keadilan, maka keadilan harus diutamakan. Selain itu, eksekusi hukuman mati juga penuh dengan risiko.

    - Advertisement -

    “ Jika salah maka eksekusi mati tidak bisa diperbaiki. Karena menyangkut nyawa seseorang tentu tidak bisa diperbaiki,”katanya.

    Markus menuturkan, siapa pun nantinya tetap harus menghormati putusan pengadilan dengan kemungkinan munculnya fakta hukum baru tersebut. Ia juga menilai pemeriksaan Mary Jane sebaiknya tetap dilakukan di Indonesia karena kasus ini telah merugikan negara.

    “Untuk mendapatkan keadilan prinsipnya tidak bisa dibatasi. Kita juga jangan sampai mengikuti putusan hakim yang ‘sesat’,”tegas Marcus.

    Sementara itu Muhadi Sugiono, M.A. pengamat hubungan internasional UGM, menungkapkan, penundaan eksekusi mati Mary Jane lebih disebabkan konteks kedekatan Indonesia dan Filipina di forum ASEAN. Namun dalam kasus eksekusi mati ini Indonesia gagal untuk mensinkronkan antara isu kedaulatan negara dan HAM.

    “Indonesia belum berhasil memperoleh rumusan dua hal itu agar lebih sinkron. Kita seakan-akan lebih mementingkan kedaulatan negara dan mengesampingkan HAM,”kata Muhadi.

    Menurutnya, Indonesia harus siap dengan konsekuensi eksekusi mati beberapa warga asing ini. Benih-benih persoalan sebenarnya telah muncul ketika ada penolakan duta besar Indonesia di Brazil maupun protes dari pemerintah Australia.

    “Secara pribadi saya tidak antusias dengan hukuman mati. Jangan sampai eksekusi mati ini jadi satu-satunya cara agar kita dianggap independen dan berdaulat,”pungkas Muhadi.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here