More

    Kembangkan Alat Pencegah Kematian Udang, Mahahasiswa UGM Raih Penghargaan Internasional

    Mahasiswa UGM kembangkan BlumbangReksa yang artinya kolam sejahtera untuk membantu petani menghindari kematian udang di tambak udang. Dok. UGM
    Mahasiswa UGM kembangkan BlumbangReksa yang artinya kolam sejahtera untuk membantu petani menghindari kematian udang di tambak udang. Dok. UGM

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih juara dalam kompetisi Teknologi dan Inovasi Internasional, The ASME Innovation Showcase, di India pada 19-21 April 2015 lalu. Tim mahasiswa UGM ini merupakan satu-satunya wakil dari Indonesia yang lolos masuk 12 besar dan berhasil jadi pemenang bersama dua pemenang lainnya dari perusahaan asal India.

    Dua mahasiswa tersebut adalah Ridwan Wicaksono dan Imadudin Madjid dari Fakultas Teknik UGM. Keduanya, selain mendapat penghargaan, mereka juga mendapat hadiah berupa uang senilai 15 ribu dollar Amerika atau sekitar Rp 200 juta.

    Ridwan mengatakan, mereka tidak menyangka jika alat yang mereka ciptakan akan menang dalam kompetisi internasional yang diikuti 55 tim dari berbagai perusahaan, komunitas dan mahasiswa tersebut. Pasalnya alat tersebut dibuat kurang lebih tiga  bulan.

    - Advertisement -

    Selain itu, alat itu juga pada awalnya sengaja diperuntukan untuk membantu petani tambak udang di pantai parangkusumo Bantul, Jawa Tengah. Petani tambak di sana mengeluh karena mengalami kerugian cukup besar akibat banyak udang vaname yang mati sebelum berhasil dipanen. Padahal udang tersebut umumnya dijual untuk ekspor.

    “Kami diundang bagaimana cara mengatasinya,” kata mahasiswa S2 Teknik elektro UGM ini, Rabu (06/05/2015).

    Ia mengaku tidak memiliki pengetahuan luas dalam bidang perikanan, namun ia bersama dengan rekannya yang berjumlah sekitar 10 orang akhirnya berdiskusi. Mereka berdiskusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani dengan difasilitas salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur.

    “Hingga akhirnya, penyebab kematian udang diketahui akibat keterlambatan petani dalam mengetahui kondisi abnormal air kolam. Apabila kolam tambak udang tersebut kekurangan oksigen, kelebihan kadar garam, amonia dan logam berat maka berisiko banyak udang yang mati,” katanya.

    Padahal, kata Ridwan petani biasanya hanya mengecek secara manual, misalnya untuk oksigen, mereka hanya mengetahui dari menyaksikan udang-udang yang muncul ke permukaan. Sementara udang yang sudah naik ke permukaan kolam itu sebenarnya tanda sudah terlambat untuk bisa diatasi.

    Selanjutnya, setelah mengetahui penyebab kematian udang, Ridwan yang pernah meraih medali perunggu dalam kontes robot di Korea ini kemudian menggunakan pengalaman dan pengetahuannya dalam membuat alat mikrokontroler dan sensor. Ia bersama teman-temannya berhasil mendesain alat yang mereka namakan BlumbangReksa yang artinya kolam sejahtera.

    Alat yang sekilas mirip kotak nasi yang biasa dibawa anak TK ini hanya menghabiskan dana sebesar Rp 10 juta dalam proses pembuatannya. Alat ini difungsikan untuk mendeteksi kondisi abnormal air kolam.

    Alat yang berukuran 15×10 cm dengan berat kurang lebih 500-an gram ini, memiliki enam sensor yang mengukur tingkat temperatur, kelembaban, tingkat keasaman (pH), kadar oksigen, salinitas (kadar garam) dan kadar logam berat. “Dari sensor itu itu dibaca oleh mikrokontroler, lalu datanya diolah dan diupload ke internet agar bisa  diunduh di smartphone milik petani masing-masing.

    Mereka tinggal login. Bagi petani  yang tidak punya smartphone cukup dengan sms dengan teknologi broadcast,” kata mahasiswa program sarjana teknik elektro angkatan 2012 ini.

    Imaduddin menambahkan, dengan alat tersebut, kondisi air kolam bisa dibaca secara real time oleh petani. Bahkan petani bisa bertindak segera untuk memberikan perlakuan pada kolamnya saat kondisi abnormal agar udang peliharaannya tidak segera mati.

    “Petani bisa ambil langkah cepat dan tidak telat,” katanya.

    Menurut Imaduudin, usaha tambak udang vaname di lahan pasir Bantul berorientasi ekpor ke China, Jepang, dan Amerika Serikat sehingga bisa memberikan keuntungan bagi petani. Namun apabila mendapatkan udang yang mati saat dipanen maka petani akan mengalami kerugian yang cukup besar.

    Ia menuturkan, untuk tambak uang yang tradisional umumnya tingkat kematian mencapai hingga 50 persen, sedangkan untuk pemelihraan kolam secara intensif tingkat kematian hanya mencapai 20 persen. Dengan alat Blumbangreksa, diharpakan bisa meningkatkan produktiviotas hasil tambak.

    Saat ini keduanya terus mengembangkan desain alat tersebut. Selain itu mereka juga terus mensosialisasikan dan mengenalkan alat tersebut t ke petani tambak di Bantul, Cirebon dan Pangadaran, Ciamis. Dengan harapan alat tersebut nantinya bisa diproduksi massal dengan harga yang lebih terjangkau untuk petani.

    “Kami harapkan petani tambak makin sejahtera dan ekspor udang kita makin meningkat,” tutup Ridwan.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here